tag:blogger.com,1999:blog-20583958666132398512024-03-08T14:47:12.034+07:00[M]arket Insight# translating knowledge into strategyfajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.comBlogger32125tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-40299410587891346802011-12-31T23:39:00.000+07:002012-01-08T23:43:48.256+07:00Menciptakan Nilai dari 2 Sisi : Model Bisnis Operator Seluler di Era Konvergensi.Beberapa operator industri seluler belakangan ini menyatakan bahwa mereka mengalami penurunan pendapatan . Penurunan tersebut terjadi pada pendapatan layanan suara (voice) dan pesan singkat (text messaging) yang mulai jenuh akibat persaingan tajam antara masing-masing operator. Strategi operator melalui perang harga sudah tidak layak lagi untuk mempertahankan kelangsungan bisnis perusahaan karena hal tersebut menciptakan apa yang disebut sebagai samudera merah dimana persaingan hanya menciptakan ruang pasar yang semakin sesak dengan pertumbuhan yang semakin menurun.
<span class="fullpost">
Pada kondisi tersebut operator perlu merumuskan bagaimana untuk menciptakan ruang pasar baru melalui penciptaan permintaan dan peluang pertumbuhan yang menguntungkan. Dengan kata lain (meminjam istilah strategi samudera biru) menciptakan ruang tanpa pesaing dan menjadikan persaingan tak lagi relevan. Hal tersebut mungkin dilakukan dengan melakukan perubahan model bisnis yang menyesuaikan dengan landscape industri telekomunikasi saat ini dan tren komunikasi yang ada di konsumen.
Landscape Industri Telekomunikasi di Indonesia saat ini
Pertumbuhan industri telekomunikasi Indonesia saat ini diikuti oleh menguatnya dua tren utama yaitu tingkat persaingan dan era konvergensi yang ditandai oleh maraknya penggunaan internet terutama untuk social media. Kedua gejala ini semakin marak belakangan ini terutama didorong oleh meningkatnya penggunaan smartphone di Indonesia yang telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat. Peningkatan persaingan dan era konvergensi ke depannya akan mengubah landscape di industri telekomunikasi dan mendorong perubahan pola bisnis yang digunakan oleh para operator.
Situasi Persaingan : Perang Harga dan Pasar yang Jenuh
Dari sisi persaingan saat ini di Indonesia telah ada 10 operator seluler yang menggunakan jaringan GSM dan CDMA. Negara tetangga seperti Filipina hanya memiliki 3 operator begitu juga Malaysia dengan 3 operator. Bahkan Cina hanya memiliki 2 operator seluler.
Banyaknya jumlah operator ini menyebabkan persaingan yang tajam diantara para operator terutama melalui strategi perang harga. Temuan dari Citi Investment Research mengenai industri telekomunikasi periode 2007-2008 menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan tarif rata-rata sebesar 44%-70%. Dalam periode tersebut tercatat bahwa operator XL sebagai operator yang sangat agresif dalam penurunan tariff hingga 70 % sementara Telomsel 68% dan indosat hanya sebesar 44% . Tingkat persaingan yang ketat tersebut juga mengakibatkan tingginya churn rate (tingkat perputaran pelanggan). Pasar telepon seluler di Indonesia diperkirakan memiliki tingkat perputaran pelanggan bulanan tertinggi di dunia. Angka perputaran pelanggan telepon seluler di Indonesia diperkirakan mencapai 8,6 persen dalam sebulan. Sementara angka perputaran pelanggan di India mencapai 4 persen per bulan, Malaysia 3,7 persen per bulan, Philipina 3,1 persen per bulan, Thailand 2,9 persen per bulan, Cina 2,7 persen per bulan, dan Bangladesh 2,1 persen per bulan.
Namun begitu pasar telekomunikasi bergerak (wireless) di Indonesia masih merupakan potensi yang besar dengan jumlah pengguna sebanyak 235.8 juta (2010) atau berada pada ranking ketiga terbesar di Asia setelah China dan India . Hanya saja pasar yang ada saat ini untuk layanan suara dan pesan singkat mulai jenuh melalui perang harga yang terjadi antara kesepuluh operator tersebut untuk memperebutkan laba yang semakin menyusut.
Era Konvergensi, Social Media & Layanan Data
Saat ini ketika berbicara mengenai era konvergensi tidak dapat dilepaskan dari perkembangan social media dan layanan internet penunjangnya. Secara umum, bersatunya layanan telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran disebut sebagai konvergensi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa konvergensi adalah kemampuan atau proses integrasi berbagai teknologi yang meliputi perangkat keras/terminal (hardware), perangkat lunak (software), isi (content), jaringan (network), dan layanan (service) . Bentuk fisik dari konvergensi ini dapat kita nikmati pada berbagai macam perangkat telekomunikasi saat ini yang dapat digunakan tidak hanya untuk menelpon tetapi juga menonton televisi, mendengarkan radio streaming video, dan lainnya.
Perubahan ke era konvergensi dapat dilihat dari perubahan gaya hidup masyarakat, perubahan strategi bisnis, dan perubahan regulasi yang menguntungkan pengguna. Telepon seluler telah menjadi tren gaya hidup dan media komunikasi tidak lagi hanya menggunakan jalur suara (voice) atapun data tetapi melalui berbagai aplikasi dari social media yang marak dari para pengembang. Hal ini kemudian menyebabkan perubahan traffic layanan komunikasi dari suara (voice) & pesan singkat (text messaging) ke layanan data.
Kini mungkin sebagian orang sudah lupa bagaimana menggunakan layanan pesan singkat karena sebagian besar aktivitas komunikasi yang mereka lakukan menggunakan internet melalui layanan: Blackberry messenger, twitter, what’s up, yahoo messenger, facebook, skype dan lainnya. Hal ini menunjukan pergeseran permintaan kepada layanan data seperti dapat dilihat juga dari indikator pertumbuhan pendapatan layanan data yang lebih tinggi dibanding suara. Frost & Sullivan memprediksikan untuk lima tahun ke depan pendapatan layanan data akan tumbuh sebesar 19 persen sementara layanan suara hanya bertengger di kisaran 3 persen . Era konvergensi ke depannya akan semakin menggelumbungkan pendapatan dari layanan data para operator.
Menerjemahkan Kondisi tersebut Menjadi Nilai yang Menguntungkan bagi Operator .
Dari gambaran landscape bisnis tersebut terlihat kondisi persaingan ketat dan tren komunikasi yang didorong oleh internet dan konvergensi layanan akan sangat menguntungkan konsumen dan memberatkan operator telekomunikasi. Sumber pendapatan utama operator melalui layanan suara dan pesan singkat tidak lagi dapat diandalkan sebagai pendorong pertumbuhan margin perusahaan operator. Penetrasi yang dilakukan melalui akuisi konsumen juga tidak terlalu banyak memberikan hasil yang berarti terhadap pendapatan operator jika hanya mengandalkan pada layanan suara dan pesan singkat.
Kondisi persaingan dan tren penggunaan internet dalam masyarakat menuntut para operator untuk menggunakan strategi menghadapi kondisi persaingan tersebut. Pertanyaan mendasar bagi para operator adalah bagaimana untuk menerjemahkan kondisi tersebut menjadi sebuah nilai yang dapat menguntungkan perusahaan secara berkesinambungan.
Salah satu fakta yang tidak dapat dipungkiri lagi adalah terjadinya penurunan dalam penggunan suara dan pesan singkat sehingga strategi perang harga bukanlah hal yang dapat terus dilakukan oleh operator. Operator perlu memikirkan untuk mencari penerimaan dari sisi lain bisnisnya melalui penciptaan nilai tambah dari platform yang ada.
Kemudian Tren konvergensi yang diikuti oleh meningkatnya penggunaan layana data (internet) juga membuka peluang baru bagi operator karena operator kini dapat membuat sebuah platform bisnis baru dimana saluran yang dimiliki melalui layanan internet dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi operator.
Menciptakan Nilai Melalui Model Bisnis Dua Sisi
Model bisnis dua sisi pada dasarnya merupakan sebuah platform untuk menciptakan nilai bagi produsen melalui penciptaaan arus penerimaan (revenue stream) dari kedua sisi dalam aktivitas bisnis perusahaan. Sisi pertama bisa disebut sebagai sisi hilir (downstream partner) adalah konsumen atau pengguna layanan telekomunikasi sementara sisi kedua bisa disebut sebagai hulu (upstream partner) adalah pemasok/penyedia jasa bagi produsen itu sendiri.
Dalam konteks operator telekomunikasi sisi hilir adalah pengguna layanan telekomunikasi yang menggunakan jasa telekomunikasi dengan membayar pulsa. Pengguna di sini bisa terdiri dari konsumen individu maupun perusahaan. Sementara sisi hulu adalah pemasok yang mendukung bisnis operator mulai dari penyedia jasa konten dalam bentuk aplikasi, pedagang retail telekomunikasi, ataupun pihak ketiga lainnnya yang dapat memanfaatkan jasa operator dalam melakukan bisnis selulernya.
Pendapatan yang dapat diperoleh operator telekomunikasi dari sisi hilir adalah pendapatan dari layanan suara, pesan singkat, media dan data yang dipakai oleh pengguna telekomunikasi yang bisa terdiri dari banyak segmen. Sisi ini adalah bentuk tradisional bisnis yang dilakukan oleh operator telekomunikasi saat ini terutama dalam layanan suara (voice), pesan singkat (text messaging) dan data.
Sementara itu pendapatan dari sisi hulu diperoleh dari adanya platform bisnis yang menyediakan penyedia jasa pihak ketiga untuk mendistribusikan layananan suara, konten dan data kepada para pengguna akhir melalui jalur distribusi yang dimiliki oleh operator melalui internet, sms, broadcast (siaran internet TV), dan lain-lain. Dengan kata lain platform yang digunakan oleh operator adalah sebagai penyedia jalur distribusi bagi pihak ketiga melalui saluran yang dimiliki oleh operator.
Seiring dengan tren penggunaan internet maka operator dapat menggunakan saluran distribusi yang dimilikinya untuk memberdayakan pendapatan dari sisi hulu. Operator dapat menjual saluran tersebut dalam bentuk layanan premium (value added service) seperti yang telah dilakukan saat ini yang tengah menjadi masalah.
Ooperator telekomunikasi saat ini mulai fokus kepengembangan value added service (VAS). Biasanya VAS yang ditawarkan dibarengi juga dengan promo layanan data. Karena menurut beberapa analis, masyarakat Indonesia mulai menyukai layanan data dan promo-promo yang ditawarkan. Perusahaan telekomunikasi seperti XL pun mulai memperluas investasi mereka di bidang layanan data seperti 3G dan lain lainnya.
VAS sendiri bukan hal yang baru, tetapi boleh dibilang VAS saat ini sedang digiatkan dan menjadi salah satu mesin uang baru bagi para operator. Operator tidak lagi perang harga, perbedaan harga tidaklah menjadi sesuatu yang di nomor wahidkan. Tetapi layanan “baru” seperti aplikasi, games, dan layanan SMS premium yang unik, adalah hal yang menjadi rebutan
Sementara itu layanan bisnis value added service saat ini sedang mendapatkan tantangan setelah tercoreng dengan adanya kasus sedot sms yang merugikan masyarakat dan membuat mereka kapok untuk berlangganan layanan tersebut.
Salah satu contoh sukses dalam model bisnis dua sisi adalah yang dilakukan oleh Google.Inc
</span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-24110625953763676812011-02-12T18:13:00.023+07:002011-02-23T19:08:18.891+07:00Business Process Reengineering through ERP Implementation<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-cPZ-XYu7vUs/TVpB5LYxiAI/AAAAAAAAAvQ/mI6GvTPzI24/s1600/electricity-distrbution.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 290px; height: 190px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-cPZ-XYu7vUs/TVpB5LYxiAI/AAAAAAAAAvQ/mI6GvTPzI24/s320/electricity-distrbution.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5573839939389458434" border="0" /></a>The electrical utility industry is a major provider of energy in most countries. It is indispensable to factories, commercial establishments, homes, and even most recreational facilities. They have special character that made them regulated by local and national authorities.<br /><br />In Indonesia, the electrical utilities is run by a state-owned integrated electricity company to serve million customers households, industry, business and others. In this condition they need to use information technology not only to reduce costs and streamline business processes, but also to build competitive advantage and customer satisfaction. This why Accenture suggest to implement an ERP system to this state owned integrity electricity company.<br /><br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">An Old Fashioned Business Process</span><br />I work at a state owned enterprise (SOE) and I know that the "old business process" is still a common issue in most of these companies. Incuding in the state-owned integrated electricity company that serves over 37 million customers (households, industry, business and others) with a total asset of USD 35 billion (December 2009). This company as analyzed by Accenture has been operating throughout the country with non-integrated systems and non standardized business processes. The company's major issues, as the other SOE were that it's business processes are not standardized and consolidated financial reports were not produced on a timely basis, lacking important decision-making information.<br /><br />Another issue related to the business process in this company is they are lack of integrated knowledge and control of inventories and assets led to underutilization of assets. This is also based on Accenture analyses. With respect to Talent Management, the company's processes concentrated on basic record keeping and un-integrated payroll systems, making it difficult to introduce training plans, career management, succession plans, transparent performance evaluation, and other requirements of a modern Human Resource Management area.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">How Accenture Helped</span><br />Accenture implemented an integrated Enterprise Resource Planning (ERP) that covers Financial Management, Material Management and Human Resource Management areas, using SAP<br /><br />ERP is an integrated application that is computer-based for the internal and external management of assets and resources involved in a business. It includes management of all tangible assets and materials, financial and human resources to facilitate easy information flow between all the services of an organization. It is an acronym for the term, “Enterprise Resource Planning” (Wikipedia)<br /><br />The ERP system is an integrated software system that is used widely across many businesses and industries. It is built on a centralised database that uses a single common platform to consolidate all the business operations into a unified environment. With data collected and stored in a single repository, it allows for easier management across different modules of the organization without the need for multiple storage systems. They integrate many functional components of a system like sales & marketing, production planning, inventory management, finance, human resources, etc (1)<br /><br />Considering the large scale of ERP Implementation and considering the company's first experience with an integrated system, Accenture decided that major change management effort is required. To minimize implementation risk, Accenture selected a multiple phase approach. Combinations of rollout sites were carefully picked to ensure minimal business disruption and yet breadth of functionalities is covered. Lessons learnt from earlier roll out was studied and immediately applied to the next one<br /><br />A total of over 500 training classes were held and a total of over 10,000 training days were consumed by users to learn the ERP system. Appropriate management sponsorship was maintained throughout the implementation, including training which resulted in over 95% training attendance rate.<br /><br />Throughout the implementation journey, Accenture managed to help the company build ERP template that consists of standard policies, business process, chart of accounts and reports to be used at other company's business units.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Business Process Reengineering through ERP</span><br />Basically a "Business Process Reengineering" (BPR) is the fundamental rethinking and radical re-design, made to an organizations existing resources. So we can say that it is more than just business improvising. It is an approach for redesigning the way work is done to better support the organization's mission and reduce costs. Reengineering starts with a high-level assessment of the organization's mission, strategic goals, and customer needs.<br /><br />Reengineering identifies, analyzes, and redesigns an organization's core business processes with the aim of achieving dramatic improvements in critical performance measures, such as cost, quality, service, and speed.<br /><br />Based on this definition Business Process Re-engineering (BPR) simply implies eliminating tasks that does not add value to a business process while reorganization the value adding tasks. It can also be perceived as a restructuring of redundant dependent tasks or work order. It involves a re-thinking and consequently a re-moulding. In appreciating this concept, it is expedient to view a process as a "chain of tasks". The truth is that in a typical business process, you can have some redundant tasks that if not present does not really have any impact. Such tasks can be eliminated thus streamlining business process. This is what ERP implementation can help not just to simplify to business process but also to redesign the organization core business process.<br /><br />During ERP implementation, before a business process can be re-engineered, excellent understanding of the defective process is key. This is why it is important to first carry out a critical and objective business process definition and analysis before system design. At this juncture, it is important to state that when restructuring a business process, adherence to best practices is encouraged. This allows the client to be able to leverage the redefined business process externally and not only internally.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Speeding-up the Process</span><br />Business processes can be linked to ERP to gain significant advantages and to achieve specific goals. A complete understanding of the traditional method in conjunction with the ERP method of business processing will help in opting for the right method to achieve success.<br /><br />An ERP implementation can help to speed up the business process in which it involves in channelling power and resources through various departments involved in the business like accounting, finance, inventory management, etc. This ensures that the main focus is on the business process and not on the functional departments, like the traditional business process.<br /><br />Implementing an ERP system in more broad term is also mean redefining an organization's business processes. ERP implementation, like what Accenture do in this state owned integrity enterprise can be used not just to streamlining the business process but also to enhance and optimize the existing business process. This is the journey that the state owned integrity company doing with the help from Accenture.<br /><br />Refference<br /><br />(1)ERP Implementation and Business Process Re-engineering, http://it.toolbox.com/blogs/sap-library/erp-implementation-and-business-process-reengineering-11537<br />Accenture<br />Wikipedia<br />What are the benefits of an ERP System? http://www.erpwire.com/erp-articles/erp-benefits.htm<br /><br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com45tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-26780178128377550302011-02-12T17:21:00.013+07:002011-02-15T15:18:54.962+07:00Single Costumer View to Improve Indosat Customer Service<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-nby0sN15b9M/TVoeL9b5PMI/AAAAAAAAAvI/nHXVootFvK0/s1600/single%2Bcustomer%2Bview.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 290px; height: 230px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-nby0sN15b9M/TVoeL9b5PMI/AAAAAAAAAvI/nHXVootFvK0/s320/single%2Bcustomer%2Bview.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5573800679643364546" border="0" /></a>Indosat is one the big player in Indonesian cellular industry which has market share approximately 27 percent and ranked as the second largest operator after Telkomsel. Competition in the cellular communications industry is based principally on network coverage, technical quality, price, the availability of data services and special features, and quality and responsiveness of customer service. The last one has become so crucial in this tight competition and companies are putting more concern in this issue because they know the relationship between profitability and customer orientation.<br /><br />For that reason Indosat has set up its customer service management to maintain lasting relationship with customer and streamlining all CRM activities. As a result in 2010, Indosat has been awarded as "The Best Customer Care Operator” from Cellular Mobile Award". This award is a tribute to customer service Indosat, which indicates recognition of Indosat's service quality customer service to all customers. If we look behind the strategy we can found it is related to what Accenture have done to help Indosat with its integrated customer care & inventory system just after Indosat had a merger. How the adoption of such a system had improved Indosat costumer service is the major analysis of my blog post.<br /><br /><span class="fullpost"><br />I will start by trying to breakdown the complexity of the systems after the merger and to breakdown what have Accenture actually do to Indosat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Deregulation, The Merger & Its Problems</span><br />The telecommunication sector deregulation has been started with the Telecommunication Law No. 36 Year 1999. After the this regulation the market is changing from monopoly to a competititve market. This regulation has forced Indosat to make some changes. The first step taken by Indosat it to define the vision and mission in accordance with market changes and demands in the national telecommunications industry. The next step is to review the company's management policy, including its subsidiaries such as PT Satelindo, PT IM3 (PT Indosat Multi Media Mobile) and PT Bimagraha Telekomindo. Through the merger of Satelindo, IM3 and Bimagraha to Indosat on November 20, 2003.<br /><br />The process of merger between Satelindo's cellular network with IM3 was divided into three stages, namely the integration of networking, switching, and intelligent network. But, the major problem from this merger is the combination of several complex systems supporting its different types of products.<br /><br />After the merger with Satelindo and IM3, Indosat several complex systems supporting its different types of products. The various systems include highly customized CRM systems and other supporting systems for the registration and activation of customers' services. In addition, this merger had also caused multiple cards and voucher inventory systems causing complication in reconciliation and reporting.<br /><br />The complexity of the system after the merger of satelindo and IM3 had caused the customer data spread across many systems. It is fragmented and often inconsistent. This makes it difficult for organizations to understand the true value of customers, their likely behavior, their needs, and also the risks associated with them. This is why Indosat need to integrate their system<br /><br /><span style="font-weight: bold;">How Accenture Helped: The Adoption of Integrated Customer Care and Cards Inventory Management System</span><br />Using the Accenture Communication Solutions, based on telecommunication industry best practices, Accenture implemented an integrated customer care and cards inventory management systems that combined all the wireless products within Indosat Accenture managed the project by working closely with the users to understand the business concerns and practices.<br /><br />In addition, the project was set-up with a combination of strong local resources combined skilled people from the region and skilled resources from Accenture's delivery center. As a result, the systems implemented had been stable, and had been able to provide better service level to the subscribers. In addition, the project also consolidated Indosat's products within a single system, which enabled the client to provide bundled services. Indosat in turn is able to effectively track its cards inventory and distribution, resulting in a higher accuracy of SIM cards inventory.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Toward Single Customer View<br /><br /></span>The integrated customer care and card inventory system implemented by Accenture within Indosat is a form of single customer view concept. The “single customer view" will make is easier for organization to understand the true value of customers, their likely behavior, their needs, and also the risks associated with them. Without a single view of those customers, organizations are in the dark and cannot effectively retain customers, cross-sell to them, deliver the right customer experience to them, or manage the risk associated with them. Some form of single customer view is, therefore, fundamental to managing customer relationships.” (Gartner, 2006)<br /><br />With a single customer view, companies can improve customer service, customer satisfaction, and customer loyalty while cutting IT inefficiencies today. They can also position themselves for higher growth and profitability in the future.<br /><br />As explained by Gartner (2006), a single customer view helps improve communications with partners, leading to additional strategic opportunities such as joint selling through the partner ecosystem, customized offers and “package deals” involving products from multiple vendors, special discounts that apply to preferred partner products, and so on. In addition, a single customer view can be critical to meeting regulatory compliance and privacy management requirements.<br /><br />This benefit can also be seen from Indosat case. After the implementation of Integrated Customer Care and Cards Inventory Management System, the systems implemented had been stable, and had been able to provide better service level to the subscribers. In addition, the project also consolidated Indosat's products within a single system, which enabled the client to provide bundled services. Indosat in turn is able to effectively track its cards inventory and distribution, resulting in a higher accuracy of SIM cards inventory.<br /><br />The tight competition in the cellular communications had forces the player in this industry to focus on their customer. This was based on their believes that there is a strong relation between profitability and customer orientation which then made them innovate their customer relationship management with many complex system in gathering & maintaining customer information to respond to their needs. In that condition, company needs to find a system that make it easier for organization to understand the true value of customers, their likely behavior, their needs, and also the risks associated with them. This is why they need to view the customer in single view, just like what Accenture suggest to Indosat.<br /><br /><br />Refference:<br />Gartner, “Creating the Single Customer View with Customer Data Integration,” by John Radcliffe, 2006.<br />Sun Microsystems, Inc., Achieving A Single Customer View White Paper May 2008.<br />“Accenture Service Transformation-Rethink, Redefine, Reinvent Transforming customer service for high performance”, 2010 Accenture<br />Creating the Single Customer View, Hitachi Consulting, White Paper, 2010<br />Photo credit to Accenture<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-26234820084861596452011-01-22T20:08:00.018+07:002011-01-31T03:16:30.462+07:00Medco Leadership Pipelines: toward Global Energy Company<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/TTr6kkQjgXI/AAAAAAAAAu8/ngWOarsljcc/s1600/149002640p2.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 278px; height: 200px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/TTr6kkQjgXI/AAAAAAAAAu8/ngWOarsljcc/s320/149002640p2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5565035795685015922" border="0" /></a>MedcoEnergi is an integrated energy companies with approximately 3,000 people worldwide including more than 500 professional engineers. MedcoEnergi’s oil and gas business operates several producing and exploration oil and gas blocks with locations stretched across the country from the far west to the most eastern part. Its core business in energy has help to fulfill the supply of energy in Indonesia.<br /><br />More than that MedcoEnergi has become an Oil and Gas E&P Operator around the world, from South East Asia to Middle East and the United States of America (USA). MedcoEnergi’s success in Novus Petroleum Ltd. shares acquisition in 2004 and competency in increasing oil and gas output from idle and sour fields in Indonesia have provided MedcoEnergi to embark on new ventures and terrains in the global arena. With the increasing business opportunities of the oil & gas exploration and production overseas, MedcoEnergi entered into the United States of America, and several Middle East and North African countries such as the Sultanate of Oman, the Republic of Yemen, the socialist country of Libya, and the Republic of Tunisia (1) . Only few Indonesian companies have achieved this kind of reputation and success story in entering the world market.<br /><span class="fullpost"><br /><br /><span style="font-weight: bold;">The Leadership Problem in Medco</span><br />The success story of MedcoEnergi (Medco) cannot be separated from Arifin Panigoro leadership as its founder. From 1980 until 1998, Arifin had lead Medco toward excellent as the largest oil company in Indonesia. With his leadership, Arifin had demonstrated integrity and conviction toward realizing his vision on expanding the business through acquisition on new oil field in overseas.<br /><br />After Arifin Panigoro leadership, Medco trying to make a smooth succession while trying to continue the vision toward a global energy company. Based on Accenture diagnostic found that MedcoEnergi did not have a formalized integrated company-wide leadership program to address the requirements and conditions for a company to grow from within and knowing how leaders can teach leaders. In other words MedcoEnergi has a problems in supplying “leadership” in its organization. They don’t have leaderships pipeline.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Leadership Development Program (LDP) as a Leadership Pipeline</span><br />Medco success story under Arifin Panigoro leadership need to be maintained through a leadership pipeline. This “pipeline” will keep a record of future leadership candidates. The leadership development program is a form of an organization’s leadership pipeline which provides Medco with a sustainable supply of quality leaders to meet the challenges of today and tomorrow.<br /><br />The leadership development program (LDP) initiated by Accenture was part of an integrated program management (IPM) which consists of several initiatives to ensure alignment, coordination, and integration among multiple improvement initiatives. IPM acted as a governing body to align initiatives that were formed based on the key findings of the High Performance Business Framework project. It covered the coordination and facilitation of a total of 23 initiatives implementation at both the corporate and subsidiaries levels. The Leadership Development focused on designing, developing and monitoring its Leadership Development Programs for Senior Management level. During this engagement, Accenture worked with 12 Medcoenergi's best talents and all directors from four different subsidiaries within 6 months in:<br /><br />1. Developing Blueprint for Leadership Development Program which includes coaching, action learning and workshops.<br />2. Creating a company-wide integrated program to develop leadership capabilities.<br />3. Designing and develop action learning project, workshop material and format based on their leadership competencies definition and requirement.<br />4. Implementing and monitor effectiveness of leadership development program<br />5. Creating a Leadership Statement to establish a formal definition of leadership to strengthen culture and values.<br /><br />These several initiatives are aimed to provide Medco organizations with a sustainable supply of quality leaders to meet the challenges.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">The Benefit of each Initiative</span><br />Under this program there are several benefits that Medco get. The first and the most obvious benefit related to the morale for the entire leader in Medco to keep their vision implemented to the real business. Various coaching and training program will boost the senior management morale toward leading their organization. The motivation from leaders is expected to generate a snowball effect of positive outcomes. Other benefit comes from the leadership statement created by the leader that will provides better vision. This vision makes problem solving easier and keeps the group from being blindsided. Also, the more aware leaders are of the group, the better they are at creating a solid set of actionable goals which can lead to success.<br /><br />But beyond of all that the company-wide integrated program which includes coaching, action learning and workshops implemented in these initiatives is tailored by Accenture to be an experience based leadership program, a method in helping organizations to grow the leaders they need to achieve high performance. Experience based leadership program as defined by Accenture uses a powerful, research-driven framework to link the leadership development activities an organization already has in place—classroom training, assessment centers, career development, succession planning, performance management and the like—with real work assignments and with innovative uses of information and communication technology (2). The result is a comprehensive process for developing leaders at all levels of an organization.<br /><br />Based on Accenture explanation, experience-based leadership development consists of three major processes —preparing, developing and preserving—that together produce skills needed by leaders at all levels as well as a concept of leadership practice that encourages lifelong learning (3). It also stated that some experiences can be planned; others “just happen.” This is why a leadership development needs to be tailored with an experience based program so the participant could get a “just happen” experience from the program.<br /><br />The major benefit taken through experience-based-leadership program tailored by Accenture is the participant will extract wisdom from experience they learn in class. The various initiatives in this program had equipped Medco top management to mine their experience continuously and intensely for insight into what it takes to lead, what it takes to grow as a leader and what it takes to cultivate the leader in others. This will also provide Medco future leader to maintain the vision toward global player in energy business.<br /><br />Reference:<br />(1) Medco Annual Report, 2009<br />(2) Thomas, Robert J. & Srikanth, Rajan; Accenture Reseacrh Note, Leaderships & High Performance: Experience is the Best Teacher; February 2005.<br />(3) ibid<br />Photo credit to www.kontan.co.id<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com14tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-22994464496742926732010-12-31T07:11:00.034+07:002011-01-23T04:51:47.860+07:00Model Bisnis di Industri Seluler yang Memerdekakan Pelanggan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/TR0nB4hd6cI/AAAAAAAAAuw/XzvJBHFYE2s/s1600/Competition%2BField.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 280px; height: 200px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/TR0nB4hd6cI/AAAAAAAAAuw/XzvJBHFYE2s/s320/Competition%2BField.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5556640428551170498" border="0" /></a>“When the game gets tough…change the game”<br /><br />(Boston Consulting Group)<br /><br />Bisnis pada dasarnya adalah sebuah permainan (game). Permainan untuk memenangkan hati pelanggan dalam sebuah arena bernama pasar. Permainan akan sangat menarik saat terjadi pada pasar yang tumbuh dengan pesat. Di Indonesia pasar tersebut adalah sektor telekomunikasi seluler yang pertumbuhan konsumennya sempat menjadi yang tertinggi di Asia Pasific. Bahkan dari sisi output, pertumbuhan Produk Domestik Bruto dari sub sektor Telekomunikasi dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan tingkat diatas laju pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Arena pasar yang seperti itu mengundang munculnya banyak pemain baru yang semakin mempertajam persaingan dan membuat permainan menjadi semakin keras.<br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />Persaingan tersebut merentang dari sisi cakupan jaringan, kualitas layanan, variasi konten hingga tarif murah. Untuk memenangkan permainan tersebut para pemain menawarkan nilai (value proposition) kepada pelanggannya melalui bisnis model yang dibentuknya dan strategi turunannya. Strategi yang popular saat ini adalah perang tarif yang dilakukan hampir seluruh operator untuk mengejar pertumbuhan yang kemudian mengarah pada persaingan yang sangat keras. Dalam sebuah pertandingan, saat permainan menjadi sangat keras maka cara memenangkannya adalah dengan mengganti permainan. Begitu juga dengan industri seluler saat ini, saatnya mengubah permainan dengan melakukan inovasi model bisnis dan menjadikan kompetisi tidak relevan bagi pesaing lainnya.<br /><br />Peta Persaingan Industri Telekomunikasi Seluler saat ini<br /><br />Awalnya adalah liberalisasi industri telekomunikasi selular sekitar tahun 1995 yang memperbolehkan sektor swasta untuk ikut berkecimpung dalam bisnis telekomunikasi dan bersaing secara terbuka. Kebijakan tersebut langsung disambut oleh maraknya operator baru yang memasuki pasar industri seluler di tanah air. Masuknya para pemain baru di industri telekomunikasi seluler pasca kebijakan baru tersebut didorong oleh tingginya pertumbuhan dalam industri seluler baik dari pertumbuhan konsumen maupun output industri seluler itu sendiri.<br /><br />Tingkat pertumbuhan konsumen seluler tahunan (CAGR) di Indonesia dalam periode 2005-2009 tercatat sebesar 39,5 persen. Sementara untuk tahun 2009 sendiri tercatat sebesar 47,4 persen yang merupakan salah satu tingkat pertumbuhan tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Hingga bulan Juni 2010 jumlah pengguna seluler di Indonesia telah mencapai 180 juta pelanggan, atau mencapai sekitar 80 persen dari populasi penduduk. Dari 180 juta pelanggan seluler itu, sebanyak 95 persen adalah pelanggan prabayar (1). Berdasarkan laporan yang dikeluarkan XL juga tercatat bahwa tingkat penetrasi sebesar 80 persen tersebut tidak mencerminkan jumlah pelanggan yang sesungguhnya karena banyak konsumen di Indonesia yang menggunakan lebih dari satu nomor. Dengan kata lain masih masih terdapat peluang untuk tumbuh lebih tinggi. Hal inilah yang menjadikan pasar seluler di Indonesia kemudian dikerubungi oleh banyak pemain baru.<br /><br />Kini, setelah 15 tahun liberalisasi sektor telekomunikasi, Indonesia telah memiliki 10 operator seluler yang menggunakan jaringan GSM dan CDMA untuk menyediakan layanan telekomunikasi seluler. Dari 10 operator tersebut lima operator menggunakan teknologi GSM, diantaranya Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Hutchison CP Telecom Indonesia (Three) dan Natrindo Telepon Seluler (Axis). Sementara operator lainnya yang menggunakan teknologi CDMA terdiri dari Bakrie Telecom (Esia), Smart Telecom (Smart), Mobile-8 (2) (Hepi & Fren), Sampoerna Telecom (Ceria) dan juga Telkom (Flexi) sebagai penyelenggara layanan tetap yang ikut mengeluarkan produk seluler CDMA. Selain itu Indosat juga mengeluarkan StarOne , sebagai produk dengan teknologi CDMA-nya . Jumlah operator seluler di Indonesia ini merupakan salah satu yang terbesar di Asia setelah India. Negara tetangga seperti Filipina hanya memiliki 3 operator begitu juga dengan Malaysia dengan 3 operator. Bahkan Cina hanya memiliki 2 operator seluler.<br /><br />Banyaknya jumlah operator saat ini mencerminkan tingkat persaingan yang tinggi yang seharusnya akan menguntungkan konsumen seluler. Namun jika dilihat dari strukturnya, industri seluler termasuk dalam pasar oligopoli. Beberapa indikatornya adalah rasio konsentrasi tiga perusahaan besar (CR3) dan Indeks Herfindahl yang mengukur penguasaan pasar pemain utama dimana berdasarkan penelitian yang dibiayai Bappenas secara berturut menunjukkan angka sebesar 0,989 dan 4.450 pada tahun 2005 (3). Kedua indikator tersebut menunjukkan adanya indikasi mengarah pada struktur pasar oligopoli. Dari sisi penguasaan pasarnya, total tiga operator GSM terbesar hingga Desember 2009, menyumbangkan sekitar 75 persen dari total pelanggan layanan seluler di Indonesia (4). Sementara operator lainnya hanya menguasai kurang dari 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan antara operator seluler secara praktis terjadi hanya pada 3 operator besar dan mengindikasikan struktur pasar oligopoli yang sangat ketat.<br /><br />Salah satu ciri dalam struktur pasar oligopoli adalah kecenderungan untuk menentukan harga melalui kesepakatan antar pemain dalam bentuk kartel seperti kasus kartel SMS beberapa waktu lalu. Namun, berdasarkan kajian yang dibiayai BAPPENAS pasar oligopoli tidak dengan sendirinya diikuti oleh persekongkolan horisontal dalam bentuk kartel misalnya. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki intensitas modal yang tinggi sehingga menyulitkan pemain baru untuk masuk. Dengan kata lain hambatan masuk ke dalam industri tersebut terjadi secara alamiah karena faktor modal yang dimiliki. Begitu juga yang terjadi dalam telekomunikasi seluler sehingga sebagian pemain baru yang mencoba masuk kepasar sebagian besar adalah modal asing.<br /><br />Hal yang paling tidak menguntungkan dari pasar dengan tingkat konsentrasi yang tinggi adalah persaingan akan menjadi tidak kondusif bagi para pemain baru dan memiliki kecenderungan untuk terjadi persaingan yang sangat tajam dan tidak efisien bagi industri secara keseluruhan.<br /><br />When the Games is Getting Tough<br />Strategi yang diterapkan oleh masing-masing operator dalam menghadapi persaingan dalam industri seluler dapat dibedakan antara operator incumbent dan new entrant. Operator incumbent (yang telah mapan dan secara total menguasai 75 persen pangsa pasar seluler di Indonesia : PT Telekomunikasi Seluler (“Telkomsel”) dan PT Indosat Tbk. (“Indosat”) dan PT. XL Axiata (XL) ) dan operator new entrants (pendatang baru dengan penguasaan pasar kurang dari 5 persen diantaranya NTS/Axis, Hutchison, Bakrie Telecom, Mobile 8, Smart dan Sampoerna Telecom dll). Operator incumbent cenderung akan menggunakan strategi yang menekankan pada kualitas dan cakupan jaringan yang menjadi keunggulan mereka.<br /><br />Sementara itu new entrants pada saat memasuki pasar sudah dihadapkan pada struktur pasar yang ditelah dikuasai oleh tiga besar operator dengan pangsa pasat mencapai 75 persen sehingga sehingga strategi yang digunakan oleh new entrants cenderung pada strategi tarif murah untuk mendapatkan konsumen baru.<br /><br />Namun kemudian yang terjadi di pasar adalah kedua kelompok tersebut saat ini menggunakan strategi tarif murah untuk mengejar pertumbuhan. Kondisi persaingan tarif ini menjadi acuan bagi para operator dalam menerapkan strateginya dan mencerminkan model bisnis yang dipakainya yang menawarkan value proposition berupa tarif yang murah. Dalam periode 2007-2008 data dari Citi Investment Research seperti dikutip Indosat menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan tarif rata-rata sebesar 44%-70%. Dalam periode tersebut tercatat bahwa operator XL sebagai operator yang sangat agresif dalam penurunan tariff hingga 70 % sementara Telomsel 68% dan indosat hanya sebesar 44%. Hal ini menunjukkan bahwa strategi tarif murah bukan hanya dilakukan oleh new entrants sebagai upaya untuk memasuki pasar namun juga menjadi strategi utama pemain besar. Kondisi demikian menunjukkan adanya persaingan yang sangat keras yang menciptakan samudera merah dalam pasar seluler.<br /><br />Samudera merah tersebut juga mengakibatkan inefisiensi dalam industri seluler. Salah satu indikatornya adalah terlihat dari tingginya churn rate (tingkat perputaran pelanggan). Pasar telepon seluler di Indonesia diperkirakan memiliki tingkat perputaran pelanggan bulanan tertinggi di dunia. Pelanggan telepon seluler di Indonesia begitu mudah untuk berganti nomor telepon ke operator lain. Hal ini tidak terlepas dari persaingan antar operator telekomunikasi di Indonesia. Angka perputaran pelanggan telepon seluler di Indonesia diperkirakan mencapai 8,6 persen dalam sebulan. Sementara angka perputaran pelanggan di India mencapai 4 persen per bulan, Malaysia 3,7 persen per bulan, Philipina 3,1 persen per bulan, Thailand 2,9 persen per bulan, Cina 2,7 persen per bulan, dan Bangladesh 2,1 persen per bulan (6)<br /><br />It’s Time to Change the Game<br />Salah satu kisah sukses dalam penerapan strategi harga murah mungkin dapat dilihat dari operator XL yang pada saat awal hanya berada pada posisi ketiga dibelakang Telkomsel dan Indosat. Namun kemudian setelah 14 tahun akhirnya XL mengklaim bahwa mereka telah meraih posisi kedua dilihat dari perolehan labanya di tahun 2010 (7) Hal itu seakan melegitimasi kesuksesan strategi XL yang mempelopori tarif murah pada pasar seluler di Indonesia.<br /><br />Strategi awal yang dilakukan XL adalah menurunkan harga di luar Pulau Jawa, seperti Sulawesi dan Sumatra, kemudian memperluas strategi harga ini ke kota-kota besar di seluruh Indonesia. XL menetapkan program tarif promosi dengan tujuan untuk meningkatkan waktu bicara & jumlah pelanggan. Dalam periode tahun 2000-2007 strategi tarif murah XL tersebut diakui telah berhasil meningkatkan waktu bicara setiap pelanggan dengan pertumbuhan waktu bicara sebesar 136,8 persen. Begitu juga dengan jumlah pelanggan prabayar yang mengalami pertumbuhan sebesar 44,1 persen dalam periode 2007-2007. Selain itu sebagai bagian untuk menurunkan biaya dan meningkatkan pendapatan XL melakukan penyewaan ruang menara kepada operator telekomunikasi lainnya. Pada tahun 2009 ruang menara yang disewakan sebanyak 4.306 ruang menara dengan pendapatan sebesar Rp. 600,4 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 117 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 276,7 miliar. Strategi yang dilakukan XL selama 14 tahun bisa dibilang merupakan upaya untuk menerapkan model bisnis yang memberikan penawaran nilai berupa tarif murah yang diikuti oleh perubahan model bisnisnya yang kemudian menempatkan XL dalam posisi kedua dalam industri seluler.<br /><br />Namun begitu saat ini kondisinya sudah sangat berbeda. Pada saat itu tingkat tarif di Indonesia memang cukup tinggi jika dibandingkan negara lainnya sehingga peluang untuk menurunkan tarif merupakan sebuah strategi yang dapat menciptakan ruang pasar baru di pasar seluler. Penerapan strategi harga murah oleh XL pada waktu itu dapat dikatakan sebagai suatu langkah terobosan yang kemudian banyak diikuti oleh operator lainnya sehingga memicu perang tarif. Direktur Utama XL, Hasnul Suhaimi pernah mengungkapkan dalam suatu wawancara di koran Kompas (8) bahwa hal ini dilakukan melalui kerangka visi XL untuk memerdekakan telekomunikasi di Indonesia. Saat ini ketika hampir semua operator melakukan hal yang sama maka pasar seluler telah menjadi samudera merah dengan persaingan untuk memperebutkan konsumen demi mengejar pertumbuhan bisnis. Dan seringkali strategi harga murah tersebut dilakukan secara tidak bertanggung jawab dengan informasi yang seminim mungkin dan akhirnya membuat pelanggan terkecoh. Sehingga model bisnis yang dilakukan bukan lagi untuk memerdekakan pelanggan.<br /><br />Secara umum fenomena perang tarif saat ini baru dalam level "strategi" operator untuk mengejar pertumbuhan dan belum diterapkan sebagai sebuah "model bisnis" meminjam istilah Hasnul Suhaimi, bertujuan untuk memerdekakan pelanggan. Suatu model bisnis pada dasarnya melekat pada suatu entitas bisnis saat didirikan yang mencakup bagaimana suatu bisnis menciptakan dan menawarkan nilai kepada konsumen. Model bisnis juga menerangkan bagaimana bentuk konsep revenues, costs, dan profits yang terkait dengan cara entitas bisnis tersebut mengantarkan nilai yang ditawarkannya. (David J. Teece, 2009). Isu mengenai model bisnis yang tepat terkait pada bagaimana membangun keunggulan kompetitif dan mengubahnya menjadi super normal profit. Hal tersebutlah yang nampaknya belum diterapkan oleh banyak operator saat ini yang masih berkutat dalam samudera merah dalam perang tarif.<br /><br />Lebih jauh lagi perubahan teknologi saat ini sedang mengantarkan industri telekomunikasi seluler ke arah konvergensi. Dampak perubahan ke era konvergensi dapat dilihat dari perubahan gaya hidup masyarakat yang sudah tidak dapat lepas dari telepon seluler untuk berbagai keperluan selain komunikasi seperti entertainment, edukasi dan interaksi sosial.<br /><br />Dengan kedua kondisi tersebut berupa persaingan tarif yang telah menciptakan samudera merah dan adanya perubahan menuju era konvergensi nampaknya sudah saatnya untuk mengatakan kepada para operator :<br /><br />“ It’s time to change the game”<br /> <br />Era Konvergensi dan Filosofi Model Bisnis yang Memerdekan Pelanggan<br /><br />Secara umum konvergensi dapat didefinisikan sebagai bersatunya layanan telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran. Konvegensi dapat terjadi dalam sisi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), isi (content), jaringan (network), dan layanan (service) (9) Konvergensi sekarang pun telah terjadi di sisi perangkat dan layanan tapi belum pada sisi jaringan. Hal inilah yang menyebabkan mahalnya tarif seluler. Melalui konvergensi layanan seharusnya tarif selular dapat ditekan sehingga tidak dikenal lagi istilah "on-net" dan "off-net" sebab untuk panggilan interkoneksi sudah tidak menduduki kanal tertentu lagi, semuanya sudah berbasis paket. Tarif yang relatif mahal lebih banyak disebabkan faktor biaya interkoneksi (sewa jaringan) antaroperator yang mahal. Dengan adanya konvergensi maka efisiensi akan tercapai.<br /><br />Selain itu adanya tren bahwa telepon seluler telah menjadi gaya hidup dengan masyarakat yang semakin mobile dan haus akan informasi serta entertaiment setiap saat, semakin membuka sebuah peluang pasar baru bagi operator. Pelanggan seluler kini menggunakan satu perangkat untuk berbagai macam kegiatan selain telekomunikasi Hal ini merupakan value proposition yang bisa ditawarkan operator kepada pelanggannya melalui model bisnis yang tepat.<br /><br />Tantangan bagi operator kemudian adalah bagaimana mereka mampu mendapatkan profit melalui hal tersebut. Untuk mengubah value proposition menjadi profit dilakukan melalui model operasional (operating model) yang setidaknnya memiliki tiga area kritis yaitu : rantai nilai, biaya dan organisasi (10). Model operasional ini akan menentukan bagaimana operator mampu mengolah sumber dayanya sehingga mampu menciptakan nilai bagi pelanggan dan mendapatkan profit dari hal tersebut.<br /><br />Model bisnis yang baik mampu untuk mensinergikan antara penawaran nilai (sisi konsumen) dan biaya (sisi perusahaan) untuk menciptakan inovasi nilai sehingga operator mendapatkan keunggulan kompetitif dan menciptakan ruang pasar baru. Dengan demikian "mengganti permainan" yang semakin keras dalam industria seluler adalah persoalan bagaimana operator mampu melakukan inovasi model bisnisnya untuk menciptakan ruang pasar baru dan menjadikan persaingan tidak relevan bagi pesaing lain.<br /><br />Kemudian hal yang lebih penting lagi adalah bahwa dalam setiap permainan itu sendiri pada dasarnya terdapat dua filosofi yang dapat digunakan oleh setiap pemain. Filosofi pertama adalah "short game" yang didasari oleh pertimbangan memanfaatkan peluang untuk mendapatkan profit jangka pendek. Sementara filosofi kedua adalah "long game" yang mempertimbangkan profit jangka panjang dan menyusun langkah-langkah permainan bukan berdasarkan semata-mata pada peluang jangka pendek yang didapat tetapi melalui sebuah strategi jangka panjang yang mempertimbangkan keberlanjutan penciptaan nilai untuk konsumen. Saya pikir hal inilah yang seharusnya mendasari apa yang disebut sebagai model bisnis yang memerdekan pelanggan. Sebuah model bisnis yang mampu menciptakan dan menawarkan nilai kepada konsumen melalui konsep revenues, costs, dan profit dalam jangka panjang sehingga operator dapat menjalankan bisnisnya secara berkelanjutan dan di sisi lain, dapat memerdekakan pelanggan.<br /><br />Footnotes:<br /><br />(1)Berdasarkan data yang diterbitkan Frost & Sullivan (seperti dikutip laporan informasi forward looking XL 2010),<br />(2)Smart Telecom & Mobile 8 melakukan kerjasama pemasaran dengan membangun merek SmartFren, namun tetap juga mempertahankan emrek eksisting.<br />(3)Persaingan Pada Industri Telepon Selular di Indonesia, Sri Adiningsih, 2007<br />(4)Berdasarkan data yang diterbitkan Frost & Sullivan (seperti dikutip laporan informasi forward looking XL 2010),<br />(5)Persaingan Pada Industri Telepon Selular di Indonesia, Sri Adiningsih, 2007<br />(6)Tempo, 2007<br />(7)Lihat http://www.neraca.co.id/2010/10/16/setelah-14-tahun-xl-capai-posisi-ke-2/<br />(8)Hasnul, Memerdekakan Telekomunikasi, Kompas, 8 Oktober 2010<br />(9)Telekomunikasi Indonesia Ke Depan: Menuju Era Konvergensi, http://filbert.blog.mediaindonesia.com/<br />(10)Business Model Innovation, Boston Consulting Group, 2009<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-18394669075447037222010-04-30T08:03:00.002+07:002010-04-30T14:28:41.415+07:00Dibalik Bendungan Belanda<a href="http://kompetiblog2010.studidibelanda.com/"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 215px; height: 215px;" src="http://kompetiblog2010.studidibelanda.com/banner/kompetiblog2010.png" border="0" alt="" /></a><div style="text-align: justify;">Belanda. Negeri berpenduduk sekitar 15,8 juta orang dengan luas hanya 41.548 km² dimana sekitar 27 persen wilayahnya berada di bawah permukaan laut merupakan kiblat dalam teknologi pengelolaan air dan konstruksi bendungan. Pengalaman lebih dari 2000 tahun menghadapi gempuran ombak telah membentuk budaya inovatif masyarakat Belanda & mendorong berkembangnya teknologi konstruksi yang kini menjadi acuan berbagai negara. Kemampuan bangsa Belanda dalam membangun negeri dengan daratan lebih rendah dari permukaan laut melalui berbagai coastal construction project merupakan salah satu kontribusi terbesar Belanda yang kini banyak dipelajari warga dunia. Bendungan-bendungan tersebut tidak hanya menggambarkan pencapaian tertinggi dalam konstruksi besar di lautan tetapi juga menceritakan pembentukan budaya inovatif masyarakat Belanda yang berbagai hasil karyanya kita nikmati saat ini. Mari kita lihat apa yang ada dibalik bendungan Belanda tersebut.</div><span class="fullpost"><br /><b>Inovasi Teknologi di Balik Struktur Bangunan</b><br /><div style="text-align: justify;">Belanda memulai semuanya dari daratan di bawah permukaan laut sekitar 2000 tahun yang lalu. Mereka membangun berbagai bendungan dan tanggul tidak hanya untuk melindungi diri dari ancaman banjir, tetapi juga dengan fungsi sebagai reklamasi daratan, cadangan air tawar dan untuk meningkatkan jalur pengairan. Berbagai teknik untuk menghadang terjangan air laut telah diterapkan oleh bangsa Belanda melalui proses pembelajaran dan interaksi dengan gelombang laut hingga akhirnya menghasilkan salah satu konstruksi yang terbaik di dunia.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pada awalnya adalah warga Frisian yang mendiami Belanda dengan melakukan reklamasi pantai dan membangun apa yang disebut dengan Terpen, bendungan pertama yang dibangun untuk menghadang air laut utara. Namun pada tahun 1287, terjadi kebobolan Terpen yang menyebabkan banjir besar. Setelah itu dilakukan pembangunan pantai baru yang disebut Zuiderzee yang dilanjutkan dengan pembangunan bendungan. Setelah bendungan dibangun, dilakukan pengeringan melalui pompa dan kanal-kanal. Saat itu teknik yang digunakan dalam pembangunan masih sangat sederhana dan dalam melakukan pengeringan digunakan kincir angin untuk memompa air keluar.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Aufsluitdijk.</b> Kemudian pada tahun 1912 terjadi badai dan banjir besar. Banjir yang disebabkan karena gelombang laut makin menguatkan tekad orang Belanda untuk segera melaksanakan rencana lama yang tertunda untuk melakukan reklamasi Zuiderzee. Mulai dari tahun 1927 hingga 1933 dilakukan pembangunan tanggul sepanjang 30.5 km (19 mil), lebar sekitar 90 meter dan tinggi mencapai 7,25 meter diatas permukaan laut yang dinamakan Afsluitdijk. Bendungan ini mengubah Zuiderzee menjadi Ijsselmeer, sebuah danau air tawar. Tahun-tahun selanjutnya dibangun bendungan lainnya, sebagai bagian reklamasi daratan Ijsselmeer. Daratan baru hasil dari reklamasi menghasilkan sebuah provinsi baru bernama Flevoland yang dulunya adalah lautan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Teknik yang digunakan untuk menguras dan mengeringkan laut dalam bendungan Aufsluitdijk ini adalah ini adalah dengan melakukan pembangunan bendungan pada dua titik yang harus dipertemukan di tengah laut. Di antara kedua titik itu dibangun dua pulau untuk menimbun bahan bangunan. Fondasi bendungan diperkuat dengan batu-batu besar yang dibungkus tikar-tikar raksasa yang dianyam dari batang pohon. Material yang digunakan pada bangunannya adalah sebuah material yang keras dan ulet yang berasal dari tanah liat berbatu yang disebut kei-lem. Material ini terdapat di dasar laut dekat lokasi bendungan. Karena mengandung batu-batu raksasa, maka tanah liat itu tetap kokoh walaupun terkena arus pasang surut. Dari sisi konstruksi dan material yang digunakan, Aufsluitdijk merupakan proyek konstruksi bendungan yang luar biasa yang mampu membelah Laut Selatan, dan menghubungkan dua propinsi yaitu Noord Holland dan Friesland.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Deltawerken</b>. Pertarungan dengan laut tidak selesai sampai disitu. Suatu pekerjaan konstruksi modern yang jauh lebih besar setelah Afsluitdijk adalah dengan membangun bendungan berseri secara berturut-turut yang dinamakan proyek ‘deltawerken’. Hal itu juga dipicu oleh bencana pada tahun 1953 yang menewaskan 1800 penduduk. Proyek ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Rijkswaterstaat (Departemen Pekerjaan Umum Belanda) sejak 1937 melalui proposal 'the Deltaplan'. Pada waktu itu direncanakan untuk membangun beberapa seri bendungan secara bertahap dalam beberapa dekade ke depan. Terjadinya bencana air tahun 1953 mempercepat pelaksanaannya.</div><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/S9oczGR-r-I/AAAAAAAAApg/khRRFs8_q0M/s1600/04+KompetiBlog+2010+3.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 314px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/S9oczGR-r-I/AAAAAAAAApg/khRRFs8_q0M/s400/04+KompetiBlog+2010+3.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5465712761952448482" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Proyek Delta Plan yang bertujuan untuk membentengi daratan dari ancaman Laut Utara ini terdiri dari sepuluh bendungan besar dan tiga penahan gelombang yang dibangun secara bertahap selama 39 tahun. Bendungan pertama selesai dibangun pada 1958 di Sungai The Hollandse Ijssel, sebelah timur Rotterdam. Kemudian dibangun bendungan The Ooster Dam (The Oosterschelde Stormvloedkering), yang panjangnya hampir mencapai 11 kilometer. Bendungan terakhir yang selesai dibangun adalah The Maeslantkering pada 1997. Maeslantkering dibangun di muara Nieuwe Waterweg, yaitu kanal yang menjadi gerbang masuk ke Pelabuhan Rotterdam. Tanggul ini merupakan tanggul terbuka yang melalui program komputer dapat tertutup ketika terjadi badai dari Laut Utara mencapai ketinggian di atas tiga meter.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Delta works merupakan sebuah pencapaian tertinggi dalam konstruksi besar di lautan karena dibangun dengan menghadapi arus laut, gelombang dan karakter tanah yang bervariasi. Design dan teknik yang digunakan khususnya di area persiapan fondasi dan penggunaan matras-matras fondasi perlindungan menggambarkan inovasi dan kerjasama yang kuat antara para geologist dan insinyur yang memberikan penerapan penting dalam berbagai aspek dari konstruksi yang berhubungan dengan pantai dan lepas pantai. Penggunaan komponen yang telah dibentuk sebelumnya (prefabricated) untuk kemudian ditempatkan melalui metode penempatan material-materialnya mencerminkan sebuah terobosan dalam konstruksi di laut terbuka (open water construction). Aspek lingkungan dan sosial pun sangat diperhatikan agar ekologi pantai sekitarnya tidak terganggu dan kehidupan nelayan dan kelancaran arus lalu lintas pelabuhan tidak terganggu. Inovasi yang luar biasa tersebut merupakan hasil dari budaya inovatif masyarakat Belanda yang konon terbentuk dari interaksi ribuan tahun dengan laut.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Dari Budaya Dibalik Bendungan ke Inovasi Lainnya</b></div><div style="text-align: justify;">Raja Perancis Louis XIV di abad 17 pernah menyebutkan bahwa budaya belanda berasal dari perjuangannya dalam melawan lautan. Louis XIV melihat bahwa budaya kebebasan, toleransi, kebebasan bicara, kebiasaan masyarakat Belanda untuk terus bernegosiasi tanpa akhir berasal dari pertarungan mereka dengan air. Pertarungan selama 2000 tahun membendung lautan telah membentuk budaya masyarakat Belanda yang terus mencari dan melakukan perbaikan tanpa henti.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Melalui berbagai bencana air yang terjadi dibelanda ini, masyarakat Belanda membuat apa yang kini disebut dengan public-private partnership. Dimulai sejak abad ke 11, kerjasama semacam itu mulai terbentuk. Dewan lokal yang yang disebut water board di setiap desa melakukan pengawasan terhadap pengelolaan air di wilayah mereka melalui suatu forum yang mengumpulkan masyarakat disekitar wilayah untuk membahas pengelolaan air secara demokratis. Water Board bukan merupakan eksperimen pertama dalam demokrasi karena Athena telah memulai jauh sebelumnya, tetapi yang membedakan dengan demokrasi ala Athena adalah adanya jaminan kebebasan berpendapat dimana penduduk disana mempunyai posisi yang setara dan tidak ada perbudakan seperti terjadi di Athena.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kebebasaan ini menjadi fondasi yang kuat dalam karakter inovatif masyarakat Belanda sehingga kemudian melahirkan banyak kreasi-kreasi besar yang mendapat pengakuan dunia mulai dari karya lukisan dari Rembrandt yang sangat indah, hingga jam pendulum dan navigasi kapal hasil karya Cristiaan Huygens. Bahkan bunga Tulip dengan berbagai warna yang menjadi ciri khas Belanda juga merupakan hasil pengembangan botani para peneliti Belanda yang membawanya dari kawasan Asia Tengah yang kondisi tanah dan cuacanya jauh berbeda dengan Belanda.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Apa yang ada dibalik bendungan di Belanda menunjukkan bagaimana proses pembelajaran dan interaksi dengan air selama bertahun-tahun telah membentuk budaya masyarakat belanda yang terus gelisah dan berupaya untuk memperbaiki keadaan melalui teknologi konstruksi bangunan yang semakin canggih untuk mengamankan diri mereka. TIdak berhenti sampai disitu karakter inipun merupakan penjelasan yang logis dari berbagai hasil karya inovatif hasil kreasi bangsa Belanda yang banyak kita nikmati saat ini. Untuk itu kita patut belajar ke Belanda dan mempelajari apa yang terjadi dibalik bendungan tidak hanya konstruksi tetapi juga masyarakatnya.</div><br /><br />Referensi<br /><br /><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Jurnal:</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">1.Simona O. Negro, Marko P. Hekkert and Ruud E. H. M. Smits, “Stimulating Renewable Energy Technologies by Innovation policy”, Innovation Studies Utrecht (ISU) Working Paper Series,</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">2.Ian Watson and Charles W .F inkl,J nr, “State of the Art in Storm-Surge Protection: The Netherlands Delta Project “, Department of Geology Florida Atlantic University </span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">3.Dr. S. Van Baars, and I. M. Van Kempen, “The Causes and Mechanisms of Historical Dike Failures in the Netherlands”, Faculty of Civil Engineering and Geosciences Delft University of Technology</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Artikel Internet:</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">1. Judul : Keindahan tulip, keberhasilan Belanda , </span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">http://majalah.ppibelanda.org/?p=288</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">2.Judul : Dams in Netherland, http://www.nethcold.org/nethcold/index.php?c=damsinNL</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">3.Judul : Delta works, http://www.deltawerken.com/23</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">4.Judul : Afsluitdijk, http://en.wikipedia.org/wiki/Afsluitdijk</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">5.Judul : 75 Tahun afsluitdijk</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">http://static.rnw.nl/migratie/www.ranesi.nl/arsipaktua/belanda/afsluitdijk_75_tahun070528-redirected</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">6.Judul : Tanggul Situ dan Tanggul Sana, Pernah kah Kita Belajar? Oleh Josh Chen http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:NKSQ7FwYbrsJ:community.kompas.com/read/artikel/2664+afsluitdijk+delta+work&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=id</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">7.Judul : Why the Dutch are becoming restless, Matthew Harwood, Doing It the Dutch Way, April 2010 , http://www.livius.org/opinion/opinion0016.html,</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">8. Judul : Air, Ancaman dan Sahabat Orang di Belanda, http://umum.kompasiana.com/2010/03/25/air-ancaman-dan-sahabat-orang-di-belanda/</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">9. Judul : Polders and Dikes of the Netherlands, The Reclamation of Land in the Netherlands Through Dikes and Polders By Matt Rosenberg, About.com Guide http://geography.about.com/od/specificplacesofinterest/a/dykes.htm</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;"><br />Foto:<br />www.deltawerken.com/Deltaworks/23.html</span><br /><br />Tulisan ini dimuat juga pada link berikut:<br /><a href="http://market-insight.blogspot.com/2010/04/dibalik-bendungan-belanda.html">www.market-insight</a>.com<br /><a href="http://www.facebook.com/notes.php?imported#!/note.php?note_id=423609841146">www.facebook.com</a><br /><br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-4006697779969495752010-03-26T18:23:00.018+07:002010-04-24T01:20:44.316+07:00Seandainya Flexi Mengakuisisi Esia<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/S8_rXJMuOTI/AAAAAAAAAn4/FgcHI0TmJfM/s1600/flexi.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 136px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/S8_rXJMuOTI/AAAAAAAAAn4/FgcHI0TmJfM/s200/flexi.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462843655862499634" /></a>Telepon genggam pertama yang saya miliki dulu adalah Nokia CDMA dan kartu yang saya gunakan adalah Flexi. Alasannya sangat sederhana. Faktor Harga. Saya memperoleh gadget pertama saya itu dari tangan kedua dengan harga cukup murah dan pilihan pada operator CDMA itu juga dengan alasan yang sama. Pada waktu itu sekitar tahun 2004 Flexi pertama kali diluncurkan dengan positioning sebagai "telepon rumah" yang dapat dibawa ke berbagai penjuru kota, seperti terlihat pada iklannya. Layanan telpon murah inilah yang kemudian menjadi keunggulan produk CDMA sehingga keunggulan teknologi dalam layanan data CDMA tidak terlalu menarik bagi konsumen. Persaingan di pasar CDMA ini kemudian diramaikan oleh kemunculan beberapa operator yang menawarkan hal yang sama. Salah satu yang pertumbuhan luar biasa adalah Esia. Mungkin hal inilah yang membuat membuat petinggi Telkom mulai berpikir untuk menggandeng Esia. Jika saja hal tersebut terjadi (walaupun sudah buru-buru dibantah oleh kedua pihak, bagaimana peta persaingan di pasar CDMA nantinya.<br /><span class="fullpost"><br />Teknologi CDMA menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan GSM. Salah satunya adalah pada kemampuannya mendukung akses internet berbiaya modal rendah. Hal ini disebabkan karena jaringan CDMA dibangun di atas protokol paket data berbasis protokol internet (IP) standar sehingga operator tidak perlu lagi memasang perangkat tambahan. Berbeda dengan jaringan lain yang memerlukan perangkat data tambahan dan telepon data baru. Kemampuan tersebut membantu menekan biaya modal. Namun konsumen Indonesia tampaknnya lebih tertarik pada keunggulan utama dari CDMA yaitu tarif layanan CDMA yang lebih murah ketimbang GSM. Murahnya tarif itu dimungkinkan berkat jangkauan sinyal menara pemancar base transceiver station (BTS) CDMA yang lebih luas daripada GSM sehingga menara dapat dipasang dengan jarak yang lebih jauh. Kemampuan tersebut tentu saja dapat membantu menekan biaya modal karena radius yang jauh membuat operator membutuhkan lebih sedikit menara ketimbang GSM. Biaya lain yang juga bisa ditekan ialah biaya operasional. Keunggulan inilah yang menarik konsumen untuk menggunakan CDMA.<br /><br />Di Indonesia, perkembangan produk CDMA semakin lama semakin meningkat 4 tahun belakangan. Pada awal kuartal 2007, GSM memiliki market share 88% (turun 1% dari tahun 2006), sedangkan CDMA 12% (naik 1% dari tahun 2006). Dilihat dari tingkat penetrasinya jumlah pengguna telepon CDMA di Indonesia hingga akhir kuartal pertama 2008 mencapai 16,3 juta pelanggan (Data dari CDMA Development Group (CDG) seperti dikutip dalam laporan MARS). Angka ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010 mengingat tingkat pertumbuhan pengguna CDMA yang terus mengalami peningkatan. Jumlah pelanggan CDMA di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat tiap tahunnya. Tercatat, pada akhir 2006 pengguna CDMA di Indonesia baru 7,8 juta. Angka itu melonjak dua kali lipat pada akhir 2007 menjadi 14,4 juta. Dan kini hingga akhir kuartal pertama 2008 mencapai 16,3 juta.Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling besar pertumbuhan pelanggan CDMA-nya di Asia Tenggara.<br /><br />Pertumbuhan konsumen yang cukup besar tersebut menjadi daya tarik bagi para operator baru yang kemudian marak bermunculan. Dari beberapa operator yang ada, dua operator yaitu Flexi dan Esia merupakan yang paling dominan. Hal itu dapat dilihat dari gaungan pangsa pasar kedua perusahaan yang diperkirakan mencapai 75 persen dari total pelanggan CDMA. Hingga awal tahun 2009 jumlah pelanggannya mencapai 13,5 juta. Prestasi yang fantastis. Pasalnya, hingga akhir 2007, Flexi baru merengkuh 6,5 juta pelanggan. Pertumbuhan 100% lebih hanya ditempuh dalam waktu setahun lebih sedikit.Hingga akhir 2008, jumlah pelanggan Esia 7,3 juta. Jumlah itu merupakan peningkatan pesat dibanding angka 3,5 juta pelanggan pada kuartal ketiga tahun 2007. Sementara itu hingga akhir 2009 jumlah pelanggan Flexi mencapai 14 juta, sementara pelanggan Esia mencapai 10,5 juta. Keduanya menguasai lebih dari 75% pasar telepon bergerak berbasis CDMA.<br /><br />Fenomena Esia dan Strategi Dibaliknya<br />Pertumbuhan Esia merupakan sebuah fenomena dan hal ini menjadi kekhawatiran bagi Flexi. Salah satu strategi yang diterapkan Bakrie Telecom adalah strategi growth diversification. Esia secara agresif memperluas jaringan sinyal Esia hingga ke 34 kota di Indonesia. Apa yang dilakukan Esia melalui aliansi dengan berbagai perusahaan lain seperti produsen handphone CDMA (Nokia, Samsung, LG, dan lain-lain) dan bank-bank yang ada di Indonesia (BII, Bank Mandiri)bisa dikategorikan sebagai integrasi horizontal untuk memperkuat layanannay kepada konsumen.<br /><br />Esia tidak hanya mengobral nomer-nomer kartu perdananya seperti kebanyakan operator lainnya, tapi memperkuat loyalitas pelanggannya dengan memberikan harga yang terbaik. Sistem talktime dalam perhitungan waktu bicara sangat memudahkan konsumen untuk mengetahui jatah bicaranya terutama yang sangat peduli dalam harga. Sistem ini dianggap lebih mudah dipahamis konsumen dibanding dengan sistem pulsa.<br /><br />Dengan strategi ini Esia berhasil menguatkan posisinya di pasar CDMA dan mulai menggerogoti pangsa pasar Flexi sebagai incumbent. Hal ini pula yang kemudian disinyalir menjadi kekhawatiran pihak Telkom sehingga muncul isu adanya pembicaraan dengan Esia mengenai akuisisi atau kerjasama lainnya dengan Esia.<br /><br />Seandainya Akuisi tersebut terjadi<br />PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) seperti dikutip oleh beberapa Media mengakui minatnya terhadap PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Raksasa telekomunikasi di Indonesia ini tengah menjajaki penggabungan unit bisnisnya berbasis code division multiple access (CDMA) bermerek Flexi dengan produk sejenis milik BTEL, Esia. Salah satunya seperti dikutip oleh KONTAN, Direktur kata Direktur Keuangan TLKM bahwa telah ada pembicaraan serius namun mengaku belum mengambil keputusan apapun. Pengakuan Sudiro itu hanya mempertegas kabar yang berkembang selama ini. Sebelumnya, sumber KONTAN pernah membisikkan Telkom dan BTEL terlibat pembicaraan untuk menggabungkan bisnis telepon CDMA-nya. Tujuannya, mengurangi beban biaya operasional kedua perusahaan. Maklum, setiap operator telepon berbasis CDMA bisa beroperasi efisien jika memiliki 25 juta pelanggan. Asal tahu saja, Flexi menargetkan memiliki sekitar 13 juta pelanggan hingga akhir tahun ini. Sedangkan Esia optimistis mengoleksi 10 juta pelanggan.<br /><br />Selain itu adanya kerjasama pemasaran antara SMART dan FREN dengan meluncurkan logo SmartFren juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi petinggi Telkom dan Bakrie untuk melakukan hal yang sama.<br /><br />Saya membayangkan, jika akuisisi tersebut benar-benar terjadi maka satu hal yang menjadi kekhawatiran saya dan konsumen pada umumnya. Kekuatan monopoli akan menguasai pasar dan penjual akan menaikkan harganya. Flexi dan Esia menguasai lebih dari 75% pasar telepon bergerak berbasis CDMA. Hal ini sudah cukup bagi mereka untuk menjadi mengeksploitasi konsumen.<br /><br />Namun, belum selesai isu ini beredar, manajemen dari kedua operator tersebut sudah buru-buru mencabut pernyataannya. Syukurlah.<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-77719502733954102482009-12-30T05:57:00.010+07:002010-01-03T18:52:45.888+07:00Sinyal-sinyal yang menguatkan baja : perkembangan telekomunikasi seluler yang ”nyambung terus” ke industri baja.<span style="font-size:100%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SxT3tFPeugI/AAAAAAAAAmU/95h8W-GBxT4/s1600/100_4056ES_Tower_BTS_2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 150px; height: 200px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SxT3tFPeugI/AAAAAAAAAmU/95h8W-GBxT4/s200/100_4056ES_Tower_BTS_2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5410221406252087810" border="0" /></a>Sekitar 3-4 tahun yang lalu di sebelah rumah saya dibangun menara transmisi telekomunikasi seluler yang lebih dikenal dengan sebutan menara BTS (Base Transceiver Station). Sekitar tahun itu pula saya membeli Handphone pertama saya melalui uang hasil kerja sambilan semasa kuliah. Saat itu saya menyaksikan meriahnya persaingan di Industri Telekomunikasi dan menikmati dampaknya sebagai konsumen, tarif yang sangat bersaing dari para operator. Pada waktu itu, yang muncul dalam benak saya mengenai telekomunikasi hanyalah industri jasa telekomunikasi (dilihat dari maraknya persaingan antar operator-operator telekomunikasi seperti terlihat di media TV) dan industri peralatan telekomunikasi (dengan ragam jenis HP yang muncul di pasaran dengan harga yang kompetitif). Tak pernah terpikirkan sedikitpun tentang apa yang ada di balik menara-menara BTS yang bertebaran di penjuru kota, termasuk di dekat rumah saya waktu itu.<br /><span class="fullpost"><br />Baru beberapa bulan yang lalu ketika saya mulai bekerja di BUMN yang bergerak di industri baja, saya memiliki kesempatan untuk berkunjung ke sebuah pabrikan di Jawa Timur yang memproduksi komponen dari menara transmisi tersebut. Di sana saya menyimak penjelasan jajaran manajemen mengenai prospek bisnis yang mereka jalani dan kebutuhan mereka akan pasokan baja. <br /><br />Ketika itu sambil mendengarkan penjelasan tentang prospek bisnis menara, saya membolak balik halaman brosur produk mereka dan mulai melihat keterkaitan industri telekomunikasi seluler dengan bisnis baja tempat saya bekerja dan produk baja turunannya seperti pabrikan yang saya kunjungi waktu itu. Penjelasan yang diberikan semakin menjelaskan posisi industri telekomunikasi dan industri penunjangnya. <br /><br />Hal itu kemudian mengingatkan tentang sebuah konsep yang saya dapat di bangku kuliah dulu mengenai keterkaitan kebelakang dan ke depan (backward and forward linkage) dari satu sektor dengan sektor lainnya dalam perekonomian. Konsep ini dapat memetakan keterkaitan antar sektor dan melihat sektor mana yang berperan besar terhadap perekonomian. Lebih dari itu konsep ini juga dapat menjelaskan dampak multiplier dari perkembangan satu sektor terhadap sektor lainnya. Dengan suatu angka multiplier dapat dilihat berapa besar pengaruh perkembangan di satu sektor terhadap sektor lainnya dan perekonomian secara umum. <br /><br />Lebih menariknya lagi jika satu sektor dan lainnya tersebut berada dalam kategori yang berbeda seperti yang terjadi antara industri baja dengan telekomunikasi. Industri baja merupakan sektor yang dikategorikan sebagai tradeable sector dan sementara sektor telekomunikasi seluler ini merupakan non tradeable sector. Sektor non tradeable seperti jasa telekomunikasi adalah sektor yang paling berkembang saat ini dengan prospek bisnis yang menarik dan mengundang banyak investor. Namun sektor non tradeable bukanlah sektor yang menyerap tenaga kerja cukup besar karena sifatnya yang capital intensif. Sementara di sisi lain tradeable sector seperti industri manufaktur (misalnya industri baja dan turunannya) lebih bersifat labor intensive dan memiliki peranan yang sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja. Keterkaitan antara kedua industri tersebut merupakan hal yang sangat unik karena dari sinyal-sinyal seluler tersebut ternyata memberikan dampak yang besar terhadap sektor lainnya. <br /><br />Dari beberapa sektor penunjang yang ada di industri telekomunikasi sektor baja memiliki peran yang menonjol dalam perekonomian dan mampu melipatgandakan efek tersebut. Hasil kajian LPEM FEUI dan PT. Krakatau Steel (2009) dengan menggunakan tabel input output menemukan bahwa peranan sektor industri baja dalam perekonomian sangatlah besar. Hal itu dapat dilihat dari multiplier effect yang dihasilkan dari setiap perubahan Rp 1 (satu rupiah) permintaan sektor baja yang akan berdampak terhadap perekonomian sebesar Rp 1,73 atau hampir 2 kali lipatnya. Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja industri baja merupakan industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar baik langsung maupun tidak langsung, Setidaknya 250.000 tenaga kerja yang terlibat langsung dalam industri baja belum lagi industri-industri turunannya.<br /><br />Bisnis telekomunikasi adalah bisnis yang terkait erat dengan jaringan (network industry) sehingga ketersediaan infrastruktur jaringan yang memadai menjadi kunci keberhasilan pemain dalam bisnis ini. Untuk itu operator telekomunikasi menggelontorkan dana yang sangat besar untuk memastikan kualitas sinyal-sinyal selulernya akan sampai hingga ke konsumen yang paling pelosok. <br /><br />Hal itu dapat dilihat dari belanja modal di industri telekomunikasi yang sangat besar, khususnya untuk pembangunan menara BTS. Data di tahun 2008 saja menunjukkan bahwa Telkomsel menganggarkan CAPEX (Capital Expenditure) sekitar US$1,7 miliar (Rp 17 triliun). Kemudian Indosat menggelontorkan dana modal sampai US$1,2 miliar (Rp 12 triliun). Sementara XL menganggarkan sekitar US$650 juta (Rp 6 triliun). (www.handphone.co.id). Jika ditotal ketiga operator GSM itu saja mengeluarkan belanja modal sebesar Rp 35 triliun setiiap tahunnya. Bahkan Ditjen Postel pada waktu itu memperkirakan potensi pasar bisnis menara mencapai 100 triliun. Hal didasari dengan asumsi biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan satu unit menara sebesar Rp 1-2 miliar. Maka dengan perkiraan pertumbuhan menara sebesar 100.000 unit pertahun (asumsi sebelum adanya regulasi menara bersama dengan jumlah dimana satu operator rata-rata membangun 5000 unit menara) maka belanja modal untuk menara BTS akan mencapai Rp 100 triliun setiap tahun. Dari 100 triliun tersebut asumsikan saja alokasi untuk bahan baku baja sekitar 20 persennya maka akan ada sekitar 20 triliun yang dibelanjakan untuk keperluan bahan baku baja setiap tahunnya. Dengan kata lain untuk menghasilkan sinyal-sinyal yang berkualitas akan ada permintaan senilai 20 triliun untuk bahan baku baja.<br /><br />Mengutip kembali hasil kajian LPEM dimana setiap perubahan Rp 1 permintaan sektor baja akan berdampak terhadap perekonomian sebesar Rp 1,73 atau hampir 2 kali lipatnya. Maka hal ini akan menciptakan dampak multiplier terhadap perekonomian sebesar 2 kali lipatnya atau dalam hal ini jika terjadi permintaan baja senilai 20 triliun pertahun maka akan berpengaruh terhadap peningkatan output dalam perekonomian nasional sebesar 40 triliun. <br /><br />Perhitungan sederhana tersebut menggambarkan besarnya potensi bisnis telekomunikasi dan bagaimana sinyal-sinyal seluler itu akan menguatkan industri baja yang terkait dibelakangnya. Walaupun dengan adanya perubahan regulasi mengenai menara bersama namun yang akan terjadi hanyalah perpindahan operasionalisasi menara dari operator kepada kontraktor menara dan bisnis pembangunan menara akan tetap menarik dan memberikan efek pengganda terhadap sektor penunjangnya yang kemudian akan berdampak lebih luas terhadap perekonomian nasional. <br /><br />Menara BTS di dekat rumah saya yang dulu tak pernah saya pandangi itu kini menarik perhatian saya kembali sambil membayangkan sekitar 40 ribuan menara lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia. Dibalik menara-menara BTS yang bertebaran tersebut tidak hanya terdapat kekokohan material baja yang menopang sinyal-sinyal telekomunikasi seluler yang ”nyambung terus” (meminjam istilah dari XL) namun juga ”nyambung terus” hingga ke industri baja melalui keterkaitan yang menimbulkan dampak peningkatan terhadap permintaan bahan material baja yang kemudian akan menggerakkan bisnis baja domestik. Hingga akhirnya efek tersebut akan diteruskan dan berdampak terhadap perekonomian nasional<br /><br /></span></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-11036384828145904122009-11-29T14:35:00.014+07:002009-11-30T04:13:02.921+07:00Pricing Policy for SOE in B2B Market<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SxKKi2JlJlI/AAAAAAAAAl8/mwJpMRcIQOE/s1600/Pricing+2.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 160px; height: 154px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SxKKi2JlJlI/AAAAAAAAAl8/mwJpMRcIQOE/s200/Pricing+2.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5409538433681270354" /></a>Dinamika memang selalu menghasilkan hal-hal baru yang menarik sebagai hasil dari adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Jika dulu Badan Usaha Milik Negara (<i>State Owned Enterprise</i>, SOE) atau BUMN berada dalam posisi yang dominan untuk menentukan harga dan bersikap seperti raja maka kini sebaliknya. Perubahan telah membalikkan posisi tersebut dan mereka mulai melakukan adaptasi melalui proses transformasi yang dilakukan saat ini, termasuk dalam <i>pricing strategy</i> mereka.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Dalam tulisannya yang sangat menarik berjudul “<a href="http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/10/12/19531419/price.is.currency">Price is Currency</a>”, Hermawan Kartajaya (HK) menjelaskan kehebatan dari pricing yang menurutnya memiliki kekuatan super karena tidak hanya menentukan profit tetapi juga membentuk perilaku konsumen. Dalam argumennya ia mengatakan bahwa konsumen dapat berubah pikiran dengan melihat harga yang dianggap kurang pas, tapi bisa juga tetap membeli walau dengan harga yang mahal karena akan menentukan status sosialnya. Kemudian dengan mengutip hasil riset dari Michael Mann yang menyatakan bahwa elastisitas dari pricing lebih besar dari variabel lainnya ia menyimpulkan bahwa pricing menentukan profit secara bottom line. Dalam artikel tersebut HK menegaskan bahwa dalam era new wave terjadi perubahan dalam pola pricing dimana price akan ditentukan secara bersama dan tidak lagi oleh satu pihak. Selain itu dalam era new wave, transparansi harga menjadi hal yang lumrah sehingga konsumen berada dalam posisi yang sama mengenai informasi harga. Lebih jauh lagi menurut HK, konsep costumized product akan mendorong timbulnya komunitas-komunitas yang kemudian akan menciptakan hubungan horizontal antara produsen dengan konsumen dalam interaksinya.<br /><br />Dikaitkan dengan apa yang terjadi di BUMN, kebijakan pricing mereka dulu tidak sesulit apa yang mereka lakukan saat ini ketika semuanya berubah. Pada masanya itu banyak BUMN berada dalam posisi dominan dan memiliki kekuatan menentukan harga di pasar yang cenderung monopolistis. Dengan kondisi tersebut pertimbangan utama dalam pricing hanyalah pada unsur biaya (cost based strategy) dimana sebagian besar dipastikan tidak efisien dan hampir tidak pernah memperhatikan “C” lainnya (Costumer, Competitor dan Change). Dengan posisi tersebut maka konsumen tidak memiliki pilihan dan menerima berapapun harga yang dikenakan produsen. Pada masa itu sebenarnya BUMN telah mengenal konsep konsumen adalah raja namun tetap tidak mempengaruhi perilaku mereka karena mereka menganggap dirinya adalah dewa yang lebih berkuasa dari raja.<br /><br />Kini dalam pasar yang semakin kompetitif dan didorong oleh tuntutan untuk berubah, kebijakan harga (<i>pricing policy</i>) sebagian besar BUMN mulai memperhatikan unsur <i>consumer</i> & <i>competito</i>r yang didorong oleh faktor <i>chang</i>e. Kita dapat melihat beberapa contohnya dari BUMN besar yang berhasil melewati tahapan tersebut dan dinilai berhasil melakukan tahapan awal transformasi. Beberapa BUMN besar seperi Garuda, Telkom,dan Pertamina yang dulu sempat memiliki posisi dominan kini telah memperhatikan unsur “C” lainnya itu dalam kebijakan <i>pricing-</i>nya. Hal itu dapat dilihat dari apa yang mereka lakukan kepada konsumennya saat ini. Tidak ada lagi kenaikan harga secara satu pihak karena konsumen akan mudah beralih kepada produk substitusi lainnya. Semua itu mencerminkan dimasukannya unsur <i>market based, cost based, competitor based</i>, dan <i>value based pricing</i> dalam strategi <i>pricing</i> mereka.<br /><br />Hal yang menarik kemudian adalah jika BUMN tersebut bergerak <b>bukan</b> dalam sektor B2C (<i>Business to Consumer</i>) melainkan B2B (<i>Business to Business</i>) apakah strategi yang sama masih berlaku?. Dalam sektor B2B sebagian besar aktivitas pemasaran dan penjualan lebih bersifat teknis dan rutinitas prosedural sehingga seringkali dianggap bahwa aktivitas pemasaran tidak akan terlalu berguna. Saya mengambil contoh di industri baja tempat saya bekerja dimana pasar yang dihadapi adalah sektor B2B <i>marke</i>t ditambah lagi dengan karakteristik produknya yang bersifat standar dan hampir tidak terjadi differensiasi antara spesifikasi jenis produk, maka kebijakan penentuan harga akan lebih dipengaruhi oleh faktor biaya (<i>cost</i>). Dengan sifatnya tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan harga. Maka tidak heran jika pendapat yang muncul dan menjadi kepercayaan utama dalam industri B2B bahwa upaya menciptakan biaya yang rendah akan lebih efektif dibanding upaya marketing lainnya.<br /><br />Pendapat tersebut sangat tepat, namun dalam pandangan saya selain upaya untuk melakukan perbaikan di sisi internal (<i>cost</i>) kebijakan penentuan harga (<i>pricing</i>) tetap harus mempertimbangkan unsur <i>market, costumer, </i>dan<i> value</i> di mata konsumen untuk dapat menciptakan profit yang optimal. Perbaikan dari sisi biaya hanya akan menciptakan<b> normal profit</b>, sedangkan upaya <i>marketing</i> melalui penciptaan <i>value</i> bagi konsumenlah yang akan menciptakan <b>supernormal profi</b>t bagi perusahaan.<br /><br />Kembali kepada praktik <i>new wave marketing</i> yang dijelaskan HK dalam artikel tersebut bahwa dengan hubungan yang horizontal antara produsen dan konsumen ditambah lagi dengan transparansi mengenai informasi harga maka<i> co creation</i> yang dapat dilakukan perusahaan B2B seperti dalam industri baja yang saya ambil contohnya ini adalah dengan menggunakan saluran komunal yang terkait dengan aktivitas bisnis baja misalnya komunitas dalam bentuk asosiasi otomotif, konstruksi dan perkapalan yang merupakan konsumen terbesar dari produk baja. Interaksi tersebut disatu sisi juga menjadi sarana bagi produsen baja untuk mengetahui apa yang dinginkan konsumen (bisnis) dan informasi mengenai harga yang sesuai dengan ekspektasi mereka.<br /><br />Selain itu dalam komunitas ini juga dapat dilakukan langkah pemasaran lebih lanjut sebagai bentuk saluran distribusi melalui apa yang disebut HK dalam artikel lainnya sebagai c<i>ommunal activation</i>. Hal itu dilakukan melalui upaya interaktif bersama dengan konsumen. Dalam industri baja hal itu dapat menjadi umpan balik bagi produsen dalam pengembangan teknologi dan aplikasi teknologi yang dapat berdampak langsung terhadap peningkatan <i>value</i> bagi konsumen.<br /><br /><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">*</span><i><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Posting ini diikutsertakan dalam kompetisi 100 tickets for Bloggers @ MarkPlus Conference 2010 dan juga merupakan tanggapan atas artikel “</span></i><a href="http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/10/12/19531419/price.is.currency"><i><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">Price is Currency</span></i></a><i><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">” New Wave Marketing pada Kompas.com</span></i></span><div><i><br /></i></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;"></span><i>Gamber diperoleh dari <a href="http://www.itoutsourcingservices.com/images/price.jpg">http://www.itoutsourcingservices.com/images/price.jpg</a><br /></i><br /></span></div>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-26249528183964925722009-08-02T16:54:00.006+07:002009-08-02T23:20:41.072+07:00Apa sih keunggulan PTN ???Malam itu saya chatting dengan sepupu saya Danu, yang baru saja lulus SMA dan sedang menunggu pengumuman SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) 2009 atau yang dulu dikenal dengan SPMB, UMPTN, SIPENMARU dan nama-nama lainnya sebelum itu. Semangatnya yang begitu besar mengikuti SNMPTN dan harapan untuk diterima di UI mengingatkan saya akan masa sekitar 8 tahun yang lalu ketika saya mengikuti UMPTN dan memiliki perasaan harap-harap cemas yang sama. Begitu besarnya keinginan untuk kuliah di PTN sampai-sampai dia berniat untuk menunggu 1 tahun untuk mengikuti SNMPTN lagi jika gagal tahun ini. Niat yang sama yang juga saya pikirkan 8 tahun yang lalu, walau akhirnya tidak perlu saya lakukan.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Salah satu alasan bagi beberapa lulusan SMA yang sedang mencari Perguruan Tinggi adalah citra kualitas pendidikan di PTN yang konon lebih baik. Setidaknya citra tersebut menjadi prestise tersendiri dan menjadi alasan seseorang untuk memilih PTN dibanding PTS seperti yang juga ditekankan oleh bos saya di kantor kepada anaknya dalam memilih PT. Alasan lainnya untuk ngotot kuliah di PTN mungkin karena PTN menjadi satu-satunya pilihan ketika biaya pendidikan yang sangat mahal tidak memungkinkan untuk mencari alternatif. Biaya pendidikan di beberapa PTN yang telah berubah statusnya menjadi BHMN memang bisa dibilang tidak lagi murah namun setidaknya masih banyak kesempatan beasiswa-beasiswa yang terhampar dan pengurangan-pengurangan biaya yang bisa didapat di PTN. Itu juga yang menjadi alasan saya dulu begitu ngototnya untuk kuliah di PTN. Namun dengan kondisi keuangan yang memadai (seperti yang bos saya miliki) dan pilihan universitas lainnya yang tidak kalah dari sisi kualitas membuat saya bertanya-tanya apa sih keunggulan PTN saat ini sehingga lulusan SMA seperti sepupu saya dan orang tua seperti bos saya masih ngotot untuk mengejarnya.<br /><br />Tingginya minat terhadap PTN dan jurusan tertentu bisa jadi mencerminkan masih minimnya sebaran PTN yang memenuhi standar kualitas atau memang persepsi di masyarakat yang sudah terlanjur melekatkan kualitas pendidikan tinggi dengan PTN. Beberapa indikator yang cukup independen untuk menilai kualitas adalah ranking yang dikeluarkan oleh misalnya Times Higher Education dan tingkat penyerapan di dunia kerja yang ukurannya lebih kepada persepsi masyarakat dan dunia kerja terhadap lulusan PT. Sementara itu ukuran formal yang biasa digunakan adalah tingkat akreditasi Perguruan Tinggi yang dikeluarkan BAN namun saya sendiri kurang mempercayai ukuran tersebut. Akreditasi menurut saya hanyalah syarat perlu namun belum cukup (necessay but unsufficient condition) untuk menyebut suatu universitas berkualitas atau tidak.<br /><br />Untuk indikator yang pertama, beberapa universitas di Indonesia berhasil masuk dalam 200 besar universitas terbaik di Asia pada 2009. Universitas Indonesia berada di peringkat ke-50, Universitas Gajah Mada (UGM) ke-65, Institut Teknologi Bandung (ITB) peringkat ke-80, Universitas Pertanian Bogor (dulu IPB) di peringkat ke-119, Universitas Airlangga di peringkat ke-130, Universitas Diponegoro di peringkat 175 sementara itu Universitas Sebelas Maret dan Brawijaya di peringkat 191. Terlepas dari parameter yang digunakan dalam penilaian tersebut wajar saja jika masyarakat menilai bahwa kualitas PTN lebih baik dibandingkan PTS.<br /><br />Ukuran lainnya adalah penerimaan di dunia kerja. Majalah Tempo pernah mengeluarkan sebuah indikator yang mengukur persepsi dunia kerja terhadap kualitas lulusan sebuah PT. Yang saya ingat sebagian besar yang masuk dalam peringkat atas PTN. Lagi-lagi ini adalah masalah persepsi dari pengguna tenaga kerja yang bisa saja dipengaruhi oleh banyak faktor. Dari pengalaman pribadi ketika mencari kerja juga tercermin hal yang sama. Bahkan teman saya yang lulusan PTS baru-baru ini komplain dengan pengalaman yang dia rasakan bahwa sering ada perlakuan khusus terhadap lulusan PTN. Tentunya perlakuan khusus yang dimaksud adalah preferensi dari pencari kerja dalam menentukan siapa yang lolos seleksi administrasi (seleksi tahap awal). Dia merasa pencari kerja lebih memilih lulusan dari PTN dan itu terlihat dari tempat penyelenggaraan seleksi tersebut yang lebih sering di PTN-PTN. Hal itu terutama berasal dari perusahaan BUMN dan instansi pemerintah yang lebih menyukai lulusan PTN yang dianggap memiliki kualitas lebih baik. Konon standar IPK yang mereka gunakan juga mencerminkan hal itu. Beberapa BUMN masih mencantumkan minimal IPK 2,75 (Krakatau Steel misalnya) untuk mengakomodasi lulusan PTN yang konon lebih sulit untuk mendapatkan nilai A.<br /><br />Pengalaman saya bekerja di BUMN selama hampir setahun ini juga kurang lebih menggambarkan hal yang sama. Ada pandangan bahwa PTN lebih baik dari PTS. Bahkan lebih spesifik lagi bahwa PTN A lebih baik dari PTN B. Ini yang saya dengar dari manajer saya di kantor (yang juga lulusan PTN) yang memiliki persepsi bahwa kualitas PTN A lebih baik dari PTN B sehingga dia memberi maklumat pada anaknya bahwa pilihannya hanya dua : UI atau ikut ujian lagi tahun depan. Persepsi tersebut muncul dari pengalaman mereka sebagai user terhadap lulusan PTN. Namun saya sendiri kurang begitu setuju dengan pandangan tersebut. Ketika bersama-sama dengan rekan saya yang lain yang berasal dari PTS justru saya menilai beberapa dari mereka yang PTS lebih baik dari beberapa mereka yang PTN terutama dalam hal motivasi bekerja. Dalam pengamatan saya jika dilihat dari pencapaian yang diraih oleh lulusan-lulusan PTN di tempat kerja memang sebagian besar berhasil meraih posisi yang dominan dibanding lulusan PTS. Bisa jadi hal ini yang kemudian menjadi dasar persepsi yang muncul dari manajer saya sehingga hanya memberikan dua pilihan tersebut.<br /><br />Indikator lain lain yang lebih penting namun sering kali luput dan tidak begitu populer bagi masyarakat adalah apakah lulusan PTN dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Jika ini yang menjadi ukuran saya yakin lulusan PTN lebih buruk dari PTS atau ketika dibandingkan dengan mereka yang belom pernah mengenyam pendidikan. Ada satu artikel menarik di Koran Tempo (1 Agustus 2009) dengan judul "Ponsel Bandit" yang menyinggung tentang hubungan kecerdasan dan kesuksesan dengan mengambil contoh bagaimana pengusaha di China yang hanya lulusan sekolah seni menghasilkan ponsel yang begitu sukses dengan menjiplak produk branded dan kemudian menjualnya dengan harga yang murah di negara-negara Asia termasuk Indonesia.Nexian adalah salah satu contohnya. Moral story dari artikel itu adalah kecerdasan hanya menyediakan landasan namun tidak menentukan kesuksesan seseorang. Hal yang kedengarannya klise dan sering kali kita dengar dari berbagai ceramah motivasi tentang kesuksesan. Jika melihat pengalaman beberapa orang sukses di Indonesia sebagian besar dari mereka bukan lulusan PTN bahkan orang seperti Bob Sadino tidak sempat mengenyam perguruan Tinggi. Para entrpreneur tersebut memiliki sebuah kunci ayng tidak dimiliki oleh mereka yang berpendidikan lebih tinggi terutama dari PT ternama yaitu keberanian mengambil resiko. Dalam bukunya yang terkenal Joseph Schumpeter menyebut para entrepreneur ini : the night erant who ready to slay the dragon of stagnation<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-80337837186185924662009-04-20T20:53:00.002+07:002009-08-02T23:13:40.064+07:00KPPU vs Carrefour :Pembuktian 10 tahun keberadaan UU AntimonopoliKPPU seperti kembali ke permukaan dengan gugatan yang dilayangkan kepada raksasa bisnis belakangan ini. Kali ini raksasa yang dihadapi KPPU adalah perusahaan ritel 5 besar dunia Carrefour. Mencuatnya kasus Carrefour ini tepat di saat memasuki 10 tahun keberadaan UU No. 5/1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Telah sepuluh tahun KPPU dan UU antimonopoli di Indonesia dan banyak kasus yang telah ditangani oleh KPPU beberapa diantaranya adalah kasus besar dimana KPPU berhadapan langsung dengan raksasa bisnis global yang beroperasi di Indonesia. Namun dalam kurun waktu 10 tahun itu pula citra KPPU sempat tercoreng ketika seorang komisionernya tertangkap tangan menerima suap dari salah satu perusahaan yang terlibat perkara. Kini kasus Carrefour muncul tepat di saat 10 tahun keberadaan UU antimonopoli dan sekaligus akan membuktikan keberadaan KPPU dalam menegakkan persaingan sehat di Indonesia<br /><span class="fullpost"><br />Pada pertengahan 2008 lalu citra KPPU sempat tercoreng akibat kasus dugaan suap yang menimpa salah satu mantan komisioner M. Iqbal. Iqbal yang pada saat itu menjabat sebagai ketua KPPU menangani perkara hak siar Liga Inggris oleh Astro All Asia Network Plc. Salah satu amar dalam putusan tersebut adalah memerintahkan perusahaan afiliasi Astro (All Asia Multimedia Networks -AAMN) untuk tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision –anak perusahaan PT Ayunda Prima Mitra. Ayunda sendiri merupakan anak usaha dari First Media yang dimiliki oleh Grup Lippo. Belakangan diketahui bahwa M Iqbal menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Presiden Direktur First Media Billy Sundor.Hal itu akhirnya menorehkan malu di muka lembaga tersebut di tengah upaya penegakkan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.<br /><br />Pada awal 2008 KPPU juga sempat berhadapan dengan salah satu raksasa Telekomunikasi Asia, Temasek. Hal itu bermula ketika pada Desember 2007 KPPU memutuskan Temasek Holding melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha karena terbukti memiliki kepemilikan silang (cross ownership) dengan operator lain di Indonesia. Kasus itupun berlanjut dengan gugatan balik oleh Temasek.<br /><br />Kasus yang dimunculkan oleh KPPU kali ini adalah mengenai dugaan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan dan proses akuisisi terhadap Alfa. Dalam perkara tersebut Carrefour melanggar dua pasal dalam UU No. 5/1999 yakni pasal 17 tentang monopoli dan pasal 25 tentang posisi dominan.<br /><br />Terkait dengan kepemilikan saham pada PT Alfa Retailindo Tbk, Carrefour berpotensi untuk melanggar Pasal 28 UU No. 5/1999 yang mengatur mengenai proses penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Diawali pada sekitar pertengahan 2008 lalu Carrefour membeli 75 % saham Alfa sementara 20 %-nya masih dikuasai oleh PT Sigmantara Alfindo dan 5 % sisanya oleh publik. Disinyalir bahwa PT PT Sigmantara Alfindo yang merupakan pemegang saham terbesar kedua Alfa akan melepas sahamnya pada tahun 2011 kepada Carrefour. Hal inilah yang akan berpotensi melanggar pasal 28 tersebut.<br /><br />Dugaan lainnya yang dilayangkan KPPU kepada Carrefour adalah mengenai tindakan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan serta biaya trading term(syarat perdagangan) yang memberatkan. Hal tersebut juga terkait dengan tuding bahwa Carrefour memiliki posisi yang dominan dengan pangsa pasar melebihi 66 persen. Dalam mendefinisikan pangsa pasar tersebut Carrefour berbeda pendapat dan bersikukuh (berdasarkan riset Nielsen)hanya memiliki pangsa pasar retail modern sebesar 17 persen dan pangsa pasar grosir sebesar 6.3 persen. Posisi dominan terebut memungkinkan Carefour untuk memonopoli penetapan harga sewa ruang, penentuan besaran potongan harga tetap (fixed rebate), potongan harga khusus (conditional rebate), dan biaya pendaftaran barang (listing fee). Praktek Carrefour ini merugikan pemasok, seperti dinyatakan oleh Asosiasi Pemasok Pasar Modern (AP3MI.<br /><br />Disini terjadi perbedaan penafsiran mengenai pasar yang dimaksud dan metode yang digunakan dalam menetapkan pangsa pasar tersebut. KPPU menggunakan dua acuan yakni pasar hulu (upstream) atau pasar pemasok dan pasar hilir (downstream) atau pasar konsumen. Yang dipersoalkan KPPU adalah pasar pemasok. Berdasarkan metode tersebut diketahui bahwa konsentrasi pasar pemasok KPPU melonjak setelah menguasai Alfa, dari 44,74 persen menjadi 66,73 persen.<br /><br />Kasus ini masih berjalan dan kita akan menunggu kemampuan KPPU untuk menegaskan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha ditengah kepungan kapitalis yang mengusai perekonomian. Saya pikir mencuatnya kasus ini sanagatlah tepat di saat perjalanan KPPU mencapai usia 1o tahun. Di usia tersebut kita semua berharap bahwa KPPU akan semakin dewasa dan memapu menunjukkan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha di Indoesia.<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-3049945125992031732009-04-19T08:22:00.007+07:002009-08-02T23:17:51.475+07:00Pajak untuk blogHarian Bisnis Indonesia Kamis 16 April 2009 memberitakan mengenai rencana Pemerintah untuk menarik pajak bagi pemilik situs pribadi atau blog yang memasarkan produk melalui internet. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya penjualan berbagai jenis produk melalui blog pribadi yang dianggap sebagai peluang ekonomi baru. Selain itu Pemerintah seperti dinyatakan oleh Menristek Kusmayanto Kardiman menyatakan penarikan pajak akan dibarengi dengan pemberiaan insentif kepada para pemilik blog dan masyarakat yang berbelanja dari sana.<br /><span class="fullpost"><br />Namun sayangnya rencana tersebut tidak dinyatakan secara jelas dalam skema seperti apa. Insentif yang disebut oleh Menristek juga bukan berupa insentif langsung yang dapat dirasakan oleh konsumen, ataupun pemilik situs/blog pribadi tetapi berupa insentif tidak langsung dengan menggunakan dana pajak tersebut untuk memperluas infrastruktur yang saat ini terbilang sangat memprihatinkan. Hal ini jelas menjadi pertanyaan, bukankah memang sudah tugas Pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang memadai dalam penggunaan internet sehingga bisa menjangkau wilayah dan masyarakat yang lebih luas dan lebih murah. Kenapa harus dengan pajak terlebih dahulu baru kemudian pemerintah menjanjikan infrastruktur yang lebih baik. Selain itu dengan adanya pajak tersebut bukankah hanya akan menjadi disinsentif bagi para pelaku bisnis di dunia maya yang saya pikir omsetnya tidaklah terlalu besar dan pada akhirnya hanya akan mematikan para business-blogger tersebut.<br /><br />Bukan rahasia lagi bahwa infrastruktur internet di Indonesia termasuk yang ketinggalan di banding negara-negara tetangga lainnya. Bahkan salah saeorang blogger dari Singapura Mr. Brown, pada saat acara Pesta Blogger 2008 lalu di Jakarta mengatakan bahwa Indonesia sangat indah dan dia merasa nyaman, hanya satu yang menjadi masalah baginya ketika berada di Indonesia: koneksi internetnya sangat lambat. Hal itu dinyatakan dengan malu-malu di depan Menristek. Namun hal itu merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dan dimaklumi semua orang bahkan oleh Pak Menteri Kusmayanto Kardiman yang hadir pada waktu itu.<br /><br />Jika kemudian Pemerintah bermaksud mengenakan pajak dengan kompensasi untuk menyediakan infrastruktur jaringan internet yang lebih baik dan murah jelas menjadi sebuah pertanyaan. Bukankah Pemerintah seharusnya menyediakan infrastruktur yang baik terlebih dahulu baru kemudian menarik pajak dari para pengguna yang diuntungkan dan bukan sebaliknya menarik pajak justru ketika infrastruktur masih sangat belum memadai dan menjanjikan infrasruktur yang lebih baik kemudian setelah pajak tersebut ditarik.<br /><br />Lebih jauh lagi mengenai seberapa besar pajak yang didapat pemerintah dari para blogger yang berbisnis (benefit from tax)dibandingkan dengan dampak berupa berkurangnya aktivitas bisnis di dunia maya akibat pajak tersebut (cost of tax) saya pikir juga harus dipertimbangkan oleh Pemerintah. Saat ini di kala krisis ekonomi diperkirakan mencapai puncaknya di tahun 2009, Pemerintah melalui Departemen Keuangan sedang gencar-gencarnya memberikan berbagai keringanan pajak bagi dunia usaha agar tetap bertahan ditengah krisis dan menghindari PHK.<br /><br />Bukankah hal yang aneh kemudian jika Menristek menyatakan akan mengenakan pajak bagi bisnis dalam dunia blog terlebih dengan skema yang masih belum jelas. Kita tunggu saja hingga saatnya nanti apakah pajak tersebut benar-benar akan diberlakukan.<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-56662351676767647182008-12-28T10:55:00.003+07:002008-12-28T15:46:29.807+07:00Arah Bisnis di Tahun Kerbau<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SVcAB84cGwI/AAAAAAAAAR8/uGE0xCRsT_A/s1600-h/tabel+indikator+ekonomi.bmp"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 314px; height: 192px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SVcAB84cGwI/AAAAAAAAAR8/uGE0xCRsT_A/s320/tabel+indikator+ekonomi.bmp" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5284692721265285890" border="0" /></a>Di tahun kerbau yang akan datang diperkirakan gelombang krisis akan mulai terasa dampaknya. Hal ini dipicu oleh adanya tekanan pada nilai rupiah akibat masalah likuiditas di pasar keuangan. Prediksi dari beberapa bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada angka 4%-5%. Inflasi pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan berada pada tingkat 7%-8% dengan nilai tukar berada pada kisaran Rp. 9000-Rp.10.000 pada akhir tahun.<br /><br />Bagi dunia usaha hal tersebut akan berarti kesulitan pada masalah pembiayaan dan terjadinya penurunan permintaan. Beberapa bank saat ini semakin ketat dalam penyaluran kredit dan cenderung untuk meningkatkan suku bunga pinjaman. Di sisi lain peningkatan inflasi telah memicu melemahnya daya beli masyarakat yang berakibat pada berkurangnya permintaan.<br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />Pengamat ekonomi yang juga Direktur LPEM FEUI Chatib Basri seperti dikutip BusinessWeek Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya akan berada pada kisaran 4,5%-5,5%. Beberapa ekonom bank asing bahkan memiliki angka yang lebih pesimis lagi. Hal ini didasari keyakinan bahwa tekanan pada nilai tukar masih akan besar yang kemudian memberikan efek terhadap inflasi yang akan menekan daya beli masyarakat dan kemampuan dunia bisnis terutama yang memiliki ketergantungan terhadap barang impor.<br /><br />Dampak paling besar dari krisis global ini terhadap perekonomian Indonesia akan didominasi melalui jalur finansial dibandingkan jalur perdagangan internasional mengingat masih kecilnya peran ekspor terhadap PDB Indonesia. Peran total ekspor indonesia terhadap PDB hanya 30% bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 90 %. Lebih jauh lagi peran total ekspor ke US terhadap PDB Indonesia hanya mencapai 4,1 % sangat kecil dibandingkan dengan Hongkong yang mencapai 63,6% atau Singapura yang mencapai 28,7% (Economic Outlook StandChart). Sehingga dampak dari resesi global di Amerika terhadap perekonomian Indonesia melalui jalur perdagangan internasional (ekspor/impor) akan sangat terbatas. Namun dampak resesi global melalui jalur finansial terutama sistem pembayaran internasional akan sangat besar. Gelombang kepanikan di pasar keuangan telah memicu pelarian modal dan ini telah mengakibatkan terpuruknya nilai tukar rupiah yang sempat menembus angka Rp. 12.000 per US Dollar beberapa waktu lalu. Singkat kata dampak melalui jalur finansial ini telah menyebabkan sistem keuangan Indonesia mengalami kesulitan likuiditas.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tantangan</span><br />Di tahun kerbau yang akan datang diperkirakan gelombang krisis akan mulai terasa dampaknya. Hal ini dipicu oleh adanya tekanan pada nilai rupiah akibat masalah likuiditas di pasar keuangan. Prediksi dari beberapa bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada angka 4%-5%. Inflasi pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan berada pada tingkat 7%-8% dengan nilai tukar berada pada kisaran Rp. 9000-Rp.10.000 pada akhir tahun.<br /><br />Bagi dunia usaha hal tersebut akan berarti kesulitan pada masalah pembiayaan dan terjadinya penurunan permintaan. Beberapa bank saat ini semakin ketat dalam penyaluran kredit dan cenderung untuk meningkatkan suku bunga pinjaman. Di sisi lain peningkatan inflasi telah memicu melemahnya daya beli masyarakat yang berakibat pada berkurangnya permintaan.<br /><br />Dengan kondisi tersebut, kegiatan diperkirakan akan mengalami perlambatan. Ekspansi bisnis diperkirakan akan mengalami penundaan hingga perekonomian membaik. Beberapa perusahaan seperti terungkap dalam survey SWA mengemukakan akan menunda pengembangan bisnisnya di 2009 dan melakukan efisiensi dalam produksinya.<br /><br />Beberapa bisnis yang terkait dengan kebutuhan primer dan pasar domestik mungkin masih bisa bertahan. Sementara itu tekanan yang besar akan dialami oleh bisnis-bisnis yang terkait dengan kebutuhan non primer dan terkait dengan pasar ekspor. Asosiasi Pengusaha Indonesia memperkirakan di sektor manufaktur akan terjadi penurunan produksi hingga 10%-20%. Sementara sektor otomotif diperkirakan akan mengalami penurunan produksi hingga 20 %. Untuk properti dipastikan juga akan mengalami kostraksi terutama terkait dengan pembiayaan KPR yang akan semakin ketat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Peluang</span><br />Di tengah gulungan arus resesi ekonomi tahun depan beberapa peluang yang masih bisa diraih adalah adanya hajatan pemilu yang akan meningkatkan perputaran uang di tingkat bawah mulai kwartal 2 hingga 3. Kemudian penurunan harga komoditi di tingkat internasional diperkirakan akan memberikan sedikit penurunan pada tingkat inflasi dan juga pada biaya produksi perusahaan. Hal ini diharapkan akan memberikan dampak pada membaiknya daya beli masyarakat.<br /><br />Berkah di kala krisis adalah adanya pelajaran bagi dunia usaha untuk terus melakukan efisiensi tanpa mengorbankan kepentingan orang banyak dengan misalnya melakukan PHK yang dapat memicu masalah lebih besar. Strategi yang bisa dipilih para CEO menghadapi tahun depan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap konsumen yang ada dan menahan untuk melakukan ekspansi hingga kondisi menjadi lebih baik. Semoga kita bisa melewati tahun ini dengan pelajaran untuk berinovasi.<br /><br />*<span style="font-size:78%;">Tabel di reproduksi dari presentasi Economic Outlook 2009 SCB, Danamon dan HSBC</span><br /><br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-77341521919950635922008-12-13T20:57:00.002+07:002008-12-13T21:11:29.579+07:00BUMN dan Perubahan Budaya Perusahaan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SUPAzSbUJ0I/AAAAAAAAAPs/ieal4_dY2sE/s1600-h/front_KS_rev.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 238px; height: 175px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SUPAzSbUJ0I/AAAAAAAAAPs/ieal4_dY2sE/s320/front_KS_rev.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279275175560619842" border="0" /></a>Konon, perusahaan yang unggul diawali dari adanya budaya perusahaan kuat dan mengakar di setiap karyawannya yang kemudian mengimplementasikannya dalam pekerjaan mereka setiap hari. Hal inilah yang kemudian menginspirasi banyak perusahaan di dunia untuk mengkonstruksikan budaya perusahaannya ke dalam sebuah frase yang mencerminkan apa yang menjadi nilai-nilai dalam perusahaan tersebut. Sebutlah salah satunya Toyota dengan Toyota Way-nya yang mulai dikonstruksikan ke dalam sebuah panduan "The Toyota Way" padatahun 2001 sebagai cara untuk mengartikulasikan misi korporasi kepada karyawan. Perusahaan lainnya, HP misalnya juga memiliki HP way dimana elemen kunci dari HP way ini, antara lain adalah nilai-nilai : passion for customers, meaningful innovation serta speed and agility. Nilai-nilai tersebut telah mengantarkan HP menjadi sebuah perusahan digital yang terus mampyu melakukan inovasi. Kemudian di dalam negeripun beberapa perusahaan berusaha untuk membangun budaya perusahaan guna mencapai tujuan menjadi perusahaan yang unggul. Tidak kalah ketinggalan adalah perusahaan BUMN yang oleh banyak pihak dinilai underperformed karena lebih banyak yang merugi.<br /><span class="fullpost"><br />Perubahan dalam budaya perusahaan menuntut adanya penanaman nilai-nilai baru untuk menggantikan nilai-nilai lama yang kini dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan pasar. Jika Toyota dalam "The Toyota Way" berusaha menanamkan nilai-nilai perusahaan yang berlandaskan kepada dua pilar: perbaikan terus menerus dan menghormati orang lain, maka HP berusaha menanamkan budaya perusahaan berdasarkan elemen kunci yang antara lain adalah : passion for customers, meaningful innovation serta speed and agility. Melalui tiga spirit itu, kemudian HP berusaha untuk selalu berinovasi dalam teknologi yang diminati konsumennya. Hasilnya Toyota adalah salah satu perusahaan otomotif terkemuka di dunia sementara HP setelah bergabung dengan Compaq mulai menjadi perusahaan terdepan dalam berinovasi.<br /><br />Beberapa penelitian juga banyak yang mengungkapkan adanya korelasi positif antara budaya perusahaan dan inovasi. Budaya perusahaan akan sangat mempengaruhi bagaimana fungsi-fungsi dalam organisasi perusahaan tersebut bekerja. Sehingga nilai-nilai dalam budaya perusahaan yang mampu menangkap perubahan yang terjadidi pasar akan mampu menciptakan inovasi-inovasi yang dihasilkan oleh karyawan yang mengimplementasikan nilai-nilai tersebut.<br /><br />Mengubah budaya korporat pada dasarnya mengubah kebiasaan-kebiasaan (yaitu bagaimana pekerjaan diselesaikan) dalam suatu institusi dan jika berhasil menghasilkan komitmen-komitmen baru, empowerment sumber daya manusia, dan ikatan yang lebih kuat antara institusi dengan pelanggannya (Porter dan parket 1992). Setelah nilai-nilai baru terbentuk dan budaya korporasi disepakati menjadi bagian dari strategi korporat, institusi perlu terus memperkuatnya agar ia menjadi tradisi baru yang benar-benar mampu memberikan jawaban terhadap perubahan.<br /><br />Tapi sayangnya banyak juga yang terjebak dengan cara-cara formal dalam membentuk budaya perusahaan. Internalisasi nilai-nilai dalam budaya perusahaan seringkali terjebak dalam upaya kampanye sesaat ataupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang kemudian tidak membekas dalam benak karyawannya. Salah satunya yang sedang saya alami saat ini, sebagai karyawan baru di sebuah BUMN yang bergerak di industri baja saya sering mendengar upaya perusahaan dalam mengkampanyekan budaya perusahaan yang didengungkan dalam sebuah akronim CIRI yang terdiri atas nilai utama: Competence, Integrity, Reliable, dan Innovative. Nilai-nilai budaya inilah yang diharapkan menjadi pedoman bertindak dan berperilaku seluruh jajaran manajemen dan karyawan, dalam rangka membangun kohesivitas di dalam perusahaan, termasuk kepada karyawan baru di lingkungan perusahaan.<br /><br />Di PT Krakatau Steel (PTKS) sendiri budaya yang selama ini ada dianggap belum dapat memenuhi dinamika perubahan yang terjadi di dunia bisnis. Diatas kertas PTKS sudah mencantumkan dan mengkampanyekan nilai-nilai perusahaan, namun kenyataannya hal tersebut mungkin tidak pernah dilaksanakan oleh karyawan. Tanyakanlah beberapa orang mengenai apa yang ada dipikiran mereka ketika mendengar kata BUMN. Jawabannya akan berkisar diantara : birokratis, kaku, korupsi, nepotisme, inefisiensi, dan hal-hal lain yang kira-kira mirip dengan citra sebuah institusi pemerintah yang hanya membebani negara. Hal tersebut saya pikir sebagian benar adanya.<br /><br />Bahkan dalam sebuah gurauan ketika saya melakukan kebiasaan meminta file presentasi dari seorang chief economist sebuah bank yang melakukan presentasi di depan Direksi, atasan saya menyindir "Lo bener-bener KS banget deh..." yang mengacu pada kebiasaan karyawan di sini yang sering kali hanya mementingkan kehadiran dalam daftar presensi dan meminta copy file dari sebuah acara seminar dibandingkan dengan mendengarkan secara aktif pada saat acara itu berlangsung.<br /><br />Hal-hal itulah yang secara nyata masih ada di beberapa BUMN yang juga menjadi industri strategis bagi negara namun seringkali hanya membebani negara. Dalam proses perubahan budaya perusahaan hal yang sering kali ditemui adalah upaya yang dilakukan bukan membawa perubahan perilaku dalam organisasi tetapi justru memukul perusahaan tersebut ke belakang atau malah tidak menghasilkan apa-apa. Hal ini mungkin karena upaya yang dilakukan masih terjebak dalam sebuah formalitas. Dalam proses perubahan budaya perusahaan di PTKS hal itulah yang saya takutkan akan terjadi dan menjadi sebuah pengulangan dari kesalahan-kesalahan banyak perusahaan lainnya. Semoga tidak.<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-58093635238942169062008-11-30T17:56:00.005+07:002008-12-04T17:57:39.097+07:00Makna dari Pesta itu sesungguhnya adalah: Blogging for Society<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STe3YLNgj5I/AAAAAAAAAOU/9X9-0qnVTsE/s1600-h/logo-pb08.png"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 128px; height: 96px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STe3YLNgj5I/AAAAAAAAAOU/9X9-0qnVTsE/s320/logo-pb08.png" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5275887114442018706" border="0" /></a>Ada satu hal yang menarik perhatian saya ketika mengikuti acara <a href="http://pestablogger.com/">Pesta Blogger 2008</a> minggu lalu di Gedung BPPT. Tema acara tersebut adalah Blogging for Society atau secara kasar dapat diterjemahkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh para blogger sedapat mungkin tidak hanya ditujukan untuk blogger itu sendiri namun juga dapat member manfaat bagi masyarakat luas. Hal ini kemudian mereka wujudkan melalui berbagai aktivitas yang dapat memberikan kontribusi langsung seperti memberikan donasi berupa pemberian buku gratis kepada yang membutuhkan atau melakukan kerja sosial. Namun apakah yang dimaksud berkontribusi bagi masyarakat yang dapat dilakukan oleh seorang atau komunitas blog adalah hal-hal seperti itu? Lalu apa bedanya dengan kegiatan sosial komunitas lain (non-blogger) yang juga melakukan hal yang sama?<br /><span class="fullpost"><br />Tanpa bermaksud untuk mengurangi rasa kagum saya terhadap hal-hal yang telah dilakukan oleh teman-teman blogger, menurut saya kontribusi seorang blogger haruslah sesuai dengan aktivitasnya di dunia maya yang kemudian dapat memberikan pengaruh ke dunia nyata. Atau dengan kata lain memanfaatkan keunggulan teknologi melalui blog tersebut agar dapat meningkatkan esensi dasar dari kegiatan blog.<br /><br />Teknologi sebagai salah satu fungsi produksi dalam perekonomian memegang peranan yang cukup besar dalam melejitkan kurva produksi dalam suatu negara/perekomian. Perkembangan teknologi ke berbagai aktivitas manusia yang tidak hanya terbatas pada aktivitas ekonomi juga telah mempengaruhi loncatan yang dapat diberikan kepada hasil dari aktivitas tersebut. Media adalah salah satunya. Perkembangan pesat media belakangan ini adalah hasil dari akselerasi yang diberikan oleh teknologi internet. Seorang biasa kini tidak hanya mengkonsumsi suatu berita namun juga dapat ikut memproduksinya. Hal itu dimungkinkan ketika blog muncul dan mulai dimanfaatkan oleh siapa saja dalam menceritakan kejadian di sekitarnya.<br /><br />Jika peradaban mesir adalah hadiah dari sungai nil maka Blog adalah hadiah dari teknologi untuk masyarakat. Blog telah menjadi media bagi seluruh masyarakat untuk setidaknya bercerita dan sebisa mungkin memberikan dampak yang besar dalam memberikan kabar-kabar baik bagi orang banyak.<br /><br />Lalu bagaimana seorang blogger dapat memberikan dampak(impact)bagi masyarakat dalam arti blogging for society yang sesungguhnya. Mengutip apa yang dikatakan oleh salah satu pembicara dalam diskusi blogging for society pada acara pesta blogger 2008, bahwa blogger adalah penerus nabi yang menyampaikan berita-berita baik kepada seluruh umat, hal ini merupakan esensi dasar dari aktivitas blogging.<br /><br />Kemudian dari esensi dasar tersebut hal yang dapat dikembangkan adalah bagaimana aktivitas tersebut memberikan impact langsung kepada masyarakat luas yang notabene masih jauh dari jangkauan internet. Disinilah dilemma itu muncul sehingga banyak teman-teman blogger community terjebak dalam pengertian blogging for society seperti layaknya kegiatan charity yang biasa dilakukan oleh non blogger.<br /><br />Mari kita lupakan sejenak masalah masih rendahnya penetrasi internet di masyarakat kita karena mahalnya koneksi internet karena hal itu yang selalu menjadi alasan kenapa kita belum bisa memanfatkan teknologi internet hingga ke tingkat paling bawah masyarakat kita. Membahas masalah tersebut seperti mengitari sebuah labirin. Berkutat dalam sebuah permasalahan tanpa jalan keluar.<br /><br />Satu hal yang saya pikir bisa dilakukan oleh para blogger adalah mengangkat isu-isu di tingkat bawah dan membawanya ke dalam wacana yang bisa menjadi perhatian banyak pihak sehingga kemudian dapat memberikan dampak terhadap masyarakat di tingkat bawah tadi. Di sini peran blogger mengutip istilah yang digunakan oleh <a href="http://www.martinmanurung.com/">Martin Manurung</a> adalah menjadi jembatan antara masyarakat kelas bawah dengan kelas atas. Penyampaian suara-suara ini dapat membantu kita memahami apa yang menjadi masalah di bawah sana dan mengangkatnya dalam sebuah wacana yang menarik sehingga kemudian diharapkan muncul kebijakan atau setidaknya awereness untuk menyelesaikan masalah tersebut.<br /><br />Kembali ke cerita dari Pesta Blogger yang lalu, saya pikir kita masih jauh dari tema terebut. Dalam acara brake out session yang dibagi ke dalam beberapa sesi, salah satunya adalah blogosphere dalam dunia sosial dan politik dengan mengundang blogger Malaysia yang juga anggota parlemen Malaysia <a href="http://www.jeffooi.com/">Jeff Ooi</a> dan Blogger asal Singapura <a href="http://www.mrbrown.com/">Mr.Brown</a> yang banyak menulis masalah politik secara jenaka, justru menjadi sesi dengan peserta paling sedikit. Hanya sekitar 15 orang dari sekitar 1000 blogger yang katanya menghadiri perhelatan tersebut. Mungkinkah ini menunjukkan bahwa sebagian besar blogger masih berada dalam tema “Blogging for Fun” dan belum beranjak menuju “Blogging for Society” yang menjadi tema tahun ini? Semoga saya salah.<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-21665494964894396432008-11-18T10:44:00.006+07:002008-12-08T16:26:47.120+07:00"Brand for B2B Market" dan Perubahan Logo<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STzjcY4t8BI/AAAAAAAAAO0/qIl0TWJ2T5s/s1600-h/KS_banner_20070917210933.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 103px; height: 149px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STzjcY4t8BI/AAAAAAAAAO0/qIl0TWJ2T5s/s320/KS_banner_20070917210933.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5277342940227563538" border="0" /></a><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STzjENcyqMI/AAAAAAAAAOs/ydKIQxrG4U4/s1600-h/logo+krakatau+steel2+-+sesudah.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 173px; height: 148px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STzjENcyqMI/AAAAAAAAAOs/ydKIQxrG4U4/s320/logo+krakatau+steel2+-+sesudah.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5277342524840782018" border="0" /></a>Pernahkah anda melihat iklan dari perusahaan baja yang memproduksi baja lembaran panas (Hot Rolled Coilled) atau mungkin perusahaan yang memproduksi raw material lainnya yang tidak langsung berhubungan dengan pasar konsumen melainkan pasar bisnis (B2B Market)? Pasti sangat jarang. Branding dalam consumer market biasanya dekat dengan aktivitas "above the line ad" sementara B2B market lebih banyak menggunakan "below the line ad". Lalu apa pula urgensinya branding bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam B2B market? Terlebih lagi apakah pemasangan iklan di media-media "above the line" menjadi hal yang efektif? Selain itu apakah perubahan logo menjadi cukup penting untuk perusahaan, seperti seloroh usulan perubahan logo lama KS dengan logo baru seperti diusulkan <a href="http://menteridesainindonesia.blogspot.com/2008/06/krakatau-steel.html">di sini.<br /></a><span class="fullpost"><br />Brand selalu menjadi topik yang menarik dalam marketing karena semakin tingginya intensitas persaingan. Setelah revolusi industri pasar dibanjiri oleh berbagai jenis barang yang diproduksi massal. Konsumen menghadapi terlalu banyak pilihan tetapi minimum informasi tentang kualitas produk-produk yang ada di pasaran. Untuk membedakan satu produk dengan yang lainnya maka brand menjadi sangat penting dalam strategi pemasaran.<br /><br />Sebagian besar perilaku pembeli, kurang lebih merupakan keputusan terhadap brand yang berulang-ulang dilakukan. Selama siklus hidupnya, konsumen atau pembeli tersebut membangun suatu siklus pembelian terhadap sejumlah produk yang menentukan berapa kali dia akan membeli suatu produk. Untuk produk-produk tertentu, siklus ini sangat panjang, misalnya dalam pembelian alat-alat rumah tangga yang mempunyai durasi pemakaian tertentu, dan, karena itu, konsumen atau pemebeli tersebut tidak sering membeli produk tersebut. Namun untuk produk lainnya yang siklus pembeliannya pendek dan konsumen tersebut membeli produk tersebur sangat sering sehingga perumusan mengenai perilaku pembelian sangat penting.<br /><br />Kembali ke persoalan yang saya angkat di awal tulisan ini, perilaku konsumen yang ada dalam B2B market pastilah berbeda dengan konsumen dalam consumer market. Ada perbedaan yang cukup besar antara proses pembelian pada pembeli industri dengan konsumen biasa. Sehingga pada akhirnya mempengaruhi perumusan strategi pemasaran termasuk dalam branding.<br /><br />Pembelian pada industri terjadi dalam konteks suatu organisasi formal yang dipengaruhi oleh pertimbangan anggaran, biaya dan keuntungan. Lebih jauh lagi pembelian pada organisasi biasanya mencakup banyak orang dalam proses keputusannya, serta mempunyai interaksi kompleks di antara banyak orang dan di antara berbagai tujuan individual dan tujuan organisasi.<br /><br />Sehingga perilaku pembelian pada suatu organisasi merupakan suatu proses yang kompleks (yang tidak hanya terdiri dari satu pengambilan keputusan) dan mencakup banyak orang, banyak tujuan dan banyak kriteria keputusan yang berpotensi untuk saling bertentangan satu sama lain. Perilaku pembelian pada suatu organisasi seringkali terjadi dalam periode yang cukup lama, membutuhkan informasi dari banyak sumber dan mencakup banyak hubungan interorganisai.<br /><br />Pandangan tradisional mengenai perilaku pembelian mengerucut pada dua titik yang pertama menekankan pada sisi pembeli sebagai rational economic man dan titik lainnya pembeli sebagai emotional man. Pada pandangan yang pertama tujuan pembelian adalah mendapatkan harga yang minimum atau total penggunaan biaya yang sangat rendah. Pada pandangan yang kedua menekankan . pengambilan keputusan membeli namun seringkali tidak berkaitan dengan tujuan-tujuan aktivitas pembelian itu sendiri. Kedua pandangan tersebut memberikan kontribusi pemahaman tentang proses pembelian namun tak satupun pandangan tersebut yangsempurna. Pandangan-pandangan tersebut menawarkan pengarahan yang belum sempurna bagi pelaku riset dan ahli strategi pasar industri.<br /><br />Branding menjadi kebutuhan bagi setiap perusahaan baik itu perusahaan yang bergerak dalam consumer market maupun B2B market. Yang membedakan strategi branding dalam kedua jenis pasar tersebut adalah perilaku pembelian dari konsumen individu dengan organisasi. Konsumen individu lebih dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan non harga sementara pada organisasi keputusan yang melibatkan banyak pertimbangan dan banyak pihak. Untuk masalah logo, jelas logo erat kaitannya dengan branding. Ketika suatu perusahaan sedang melakukan perubahan tentunya harus dikomunikasikan melalui pencitraan dalam logonya. Usulan logo yang saya baca dalam postingan menteri republikdesain cukup menarik dan bisa menjadi masukan perubahan logo PT Krakatau Steel yang sedang berada dalam fase turbulensi menuju perubahan.<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-66031327776008367812008-07-27T00:24:00.019+07:002008-12-08T17:10:24.533+07:00Memuliakan lingkungan, mengangkat daya saing<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://rt0514jatijajar.files.wordpress.com/2008/05/green-mission.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 157px; height: 138px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STzr4mXn9YI/AAAAAAAAAO8/B8YE7wm1mZE/s320/green-mission.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5277352220976215426" border="0" /></a>Keputusan pemerintah yang dengan "terpaksa" menaikkan harga BBM, kemudian dilanjutkan dengan terjadinya pemadaman listrik bergilir belakangan ini tidak hanya menunjukkan krisis energi yang menjelang di depan mata kita. Tapi juga sebuah masalah baru bagi iklim investasi di Indonesia. Saat ini saja peringkat daya saing Indonesia sudah jauh melorot dibandingkan negara tetangga. Ditambah dengan persoalan yang menumpuk di birokrasi semakin membuat indonesia tidak menarik sebagai tempat berinvestasi. Di sisi lain Indonesia sebagai negara yang pernah berkomitmen untuk mencegah pemanasan global juga memiliki kewajiban untuk menerapkan peraturan-peraturan yang membatasi kegiatan produsi yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Pembatasan tersebut tentu saja akan berdampak berupa konflik antara kepentingan ekologi dan ekonomi. Tantangannya adalah bagaimana Indonesia mampu untuk meningkatkan daya saingnya tanpa mengorbankan lingkungan hidup.<br /><span class="fullpost"><br />Daya saing (competitiveness) pada umumnya didefinisikan sebagai seberapa besar pangsa pasar produk suatu negara dalam pasar dunia. Definisi yang lain mengenai daya saing menekankan pada produktifitas. Produktifitas tergantung dari nilai barang-barang dan jasa yang dapat diproduksi secara efisien yang kemudian </span><span class="fullpost">akan mendorong mata uang suatu negara menjadi lebih kuat sekaligus meningkatkan standar hidup masyarakat.</span><span class="fullpost"> Daya saing di sini mencakup kondisi makroekonomi, politik dan lingkungan hukum yang mendukung perekonomian yang maju.<br /><br />Kondisi makroekonomi yang baik membantu menciptakan kemakmuran tetapi perlu dukungan dari kondisi mikroekonomi negara tersebut. Kemakmuran pada dasarnya dibentuk oleh pondasi mikroekonomi, kegiatan dan strategi perusahaan. Strategi perusahaan ini dipengaruhi oleh : kualitas input, kondisi infrastruktur, institusi, peraturan-peraturan pemerintah dan kebijakan lainnya yang mengatur lingkungan bisnis di mana perusahaan tersebut bersaing.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ekologi versus Ekonomi</span><br />Karena daya saing berada dalam domain ekonomi mikro dan ditentukan oleh perusahaan maka upaya mendorong peningkatan daya saing tersebut dapat memberikan ruang bagi para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan ekonomi secara sehat. Salah satu yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong hal tersebut adalah menciptakan iklim bisnis yang kondusif dengan menghapus berbagai hambatan birokrasi dan peraturan-peraturan yang hanya akan membebani pengusaha dalam melakukan kegiatan produksi.<br /><br />Namun di sisi lain komitmen untuk menjadikan bumi ini tetap terjaga kesinambungannya memaksa pemerintah untuk membatasi aktivitas produksi tersebut melalui serangkaian peraturan-peraturan untuk menjaga lingkungan hidup. Peraturan-peraturan tersebut diperlukan dalam menjaga perilaku pengusaha yang cenderung eksploitatif terhadap alam dalam mendapatkan sumber daya yang murah. Bagi pengusaha hal ini sama saja dengan menambah biaya. Tentu saja penambahan biaya tersebut akan membuat produk perusahaan tersebut tidak kompetitif di pasar internasional. Di sinilah hadirnya trade off antara kepentingan lingkungan hidup dengan usaha meningkatkan daya saing yang merupakan "cucu" dari konflik antara ekologi dengan ekonomi<br /><br />Walau begitu pemahaman yang mengatakan adanya trade off antara ekologi dengan ekonomi sebenarnya didasari oleh suatu pandangan statis yang melihat bahwa teknologi, produk, proses dan kebutuhan konsumen diasumsikan tetap. Dalam kenyataannya persaingan yang terjadi di dunia nyata bersifat dinamis, bukan statis. Kondisi pesaing, konsumen, pemasok, dan peraturan terus berubah sehingga implikasinya adalah akan ada terus inovasi dari hasil tekanan perubahan tersebut.<br /><br /></span><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Produktivitaslah yang menentukan daya saing</span></span><br /><span class="fullpost">Setiap proses produksi akan menghasilkan eksternatilitas. Jika negatif maka itu adalah polusi. Polusi pada dasarnya adalah bentuk lain inefisiensi. Seperti diungkapkan Porter (1998) proses produksi yang menghasilkan eksternalitas negatif berupa polusi menunjukkan adanya sumber daya yang tidak diolah secara optimal atau dalam bahasa lain mencerminkan adanya inefisiensi dalam proses produksi. Kondisi ini juga menunjukkan rendahnya tingkat produktivitas perusahaan tersebut.<br /><br />Keyakinan lama dari yang masih dianut oleh para produsen dan menyebabkan mereka enggan untuk menerapkan pola-pola yang ramah lingkungan adalah karena hal tersebut hanya akan menambah biaya produksi mereka. Sayangnya para produsen terebut hanya melihat dari sisi actual cost dan tidak melihat opportunity cost dari polusi. Dalam pandangan yang terakhir diyakini bahwa polusi merupakan inefisiensi dari penggunaan sumber daya. Biaya yang dikeluarkan ketika perusahaan beroperasi secara lebih bersih untuk menghindari polusi adalah opportunity cost yang memang harus dibayar untuk meningkatkan produktivitasnya tersebut.<br /><br />Berdasarkan konsep opportunity cost tersebut justru kebijakan yang mengatur perusahaan dalam menjalankan bisnisnya agar tidak merusak lingkungan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Lebih jauh lagi seperti ditulis dalam artikel Green and Competitive, Porter mengungkapkan bahwa dengan pandangan bahwa perekonomian ini bersifat dinamis maka peraturan-peraturan yang membatasi sikap eksploitatif perusahaan semacam itu justru akan memaksa perusahaan untuk melakukan inovasi dan pada akhirnya akan mendorong keunggulan daya saing perusahaan itu.<br /><br />Sekumpulan peraturan yang melindungi lingkungan akan dapat memicu inovasi yang mampu menurunkan biaya produksi karena memaksa perusahaan untuk menggunakan sekumpulan input secara lebih produktif mulai dari penggunaan bahan baku, energi, hingga tenaga kerja. Alhasil hal tersebut akan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas sumber daya yang digunakan dan karena sumber daya tersebut digunakan secara optimal maka sisa/ampas dari produksi berupa polusi dapat ditekan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Memuliakan kembali lingkungan, mengangkat daya saing</span><br /></span><span class="fullpost">Keunggulan daya saing yang dahulu selalu dikaitkan dengan kepemilikan sumber daya alam yang melimpah dan tenaga kerja yang murah, saat ini tidak lagi relevan. Menjaga lingkungan hidup melalui peraturan-peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi mutlak diperlukan bagi kesinambungan bumi ini. Pergeseran dalam banyak hal di dunia ini membuat perekonomian menjadi semakin dinamis sehingga setiap perusahaan harus menjadi semakin inovatif.<br /><br />Usaha untuk menghindari polusi melalui inovasi agar proses produksi lebih produktif merupakan sebuah upaya untuk memuliakan kembali lingkungan. Hal itu dapat dilakukan dengan mencari cara yang inovatif untuk meningkatkan produktivitas dan menjadi semakin efisien. Memuliakan kembali lingkungan dan meningkatkan daya saing akan kembali mendamaikan konflik panjang antara ekologi dan ekonomi. Selalu ada jalan ketiga menuju kesana.<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-20616618919795362482008-07-20T10:16:00.018+07:002008-12-08T17:11:33.758+07:00Di bawah atmosfer yang sama<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://nokiaweblog.com/wp-content/uploads/2008/01/1569086123_60f4124e4f.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 138px; height: 137px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STzvIW8eI1I/AAAAAAAAAPE/oDwYDCC8Buc/s320/1569086123_60f4124e4f.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5277355790248584018" border="0" /></a>Kita hidup dalam planet yang sama dan berbagi banyak hal yang sama. Namun sering kali kita mengkotak-kotakkannya. Aku putih kau Hitam. Negaraku, negaramu. Wilayahku, wilayahnya. Garis-garis itu selalu menjadi sekat antar warga dunia. Banyak negara memproteksi perekonomiannya dengan tarif untuk melindungi industri dalam negerinya. Kemudian negara lainya juga melindungi identitasnya dengan melarang suatu ideologi dan budaya dari luar. Pembatasan-pembatasan itu masih dapat dipahami dalam konteks tertentu dan tentu saja dapat dilakukan karena masing-masing negara memiliki kedaulatannya sendiri untuk mengatur negerinya. Namun siapa yang bisa menghambat polusi dari satu negara ke negara lain? Terlebih jika polusi berupa emisi gas rumah kaca yang kemudian terkumpul dalam lapisan atmosfer dan membuat bumi ini semakin panas.Tentu saja kita tak bisa lagi mengkotak-kotakannya menjadi urusanmu bukan urusanku. Di Bumi ini kita berbagi atmosfer yang sama dan kita harus menyadari masalah itu bersama.<br /><span class="fullpost"><br />Melihat asap kendaraan bermotor dan asap yang keluar dari banyak cerobang asap dari pabrik-pabrik di pinggiran Jakarta mengingatkan saya akan sebuah ancaman seperti digambarkan banyak media mengenai pemanasan global . Pemanasan global akibat perubahan iklim secara singkat dapat dijelaskan sebagai akibat dari pelepasan emisi gas karbondioksida ke udara dari berbagai aktivitas manusia yang menghasilkan emisi <a href="http://herwin.wordpress.com/global-warming/#comment-203">gas-gas rumah kaca</a> terutama CO2 (karbondioksida). Seperti kita ketahui ketika sinar matahari masuk ke bumi sebagian dari sinar UV yang terfilter akan dipantulkan kembali ke angkasa, sisanya akan diserap oleh bumi, hal itu terjadi karena bumi memiliki lapisan pelindung seperti atmosfer, gunanya untuk memfilter sinar UV. Namun akibat gas-gas rumah kaca yang mengumpul cukup banyak dan menahan energi panas matahari di atmosfer maka yang terjadi kemudian adalah peningkatan suhu bumi dan mulailah cerita tentang perubahan iklim ini.<br /><br />Dampak dari hal tersebut akan berputar dan kembali ke titik awal untuk berputar lagi. Mulai dari kerusakan lingkungan akibat bencana yang kemudian menimbulkan biaya yang amat besar bagi perekonomian dan dilanjutkan kembali dengan perusakan lingkungan karena tekanan perekonomian yang dialami negara-negara berkembang dengan mengekploitasi alamnya dan ceritanya akan terus berulang.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Dampak ekonomi perubahan iklim </span><br /><br />Awal dari kerusakan bumi ini mungkin bisa disalahkan semenjak manusia menggantikan tenaga kerja dengan mesin-mesin yang menghasilkan polusi. Sehingga isu ketahanan iklim yang diakibatkan oleh hal itu akan selalu menarik untuk memulai analisanya dari sisi ekonomi. Hal ini terutama berkaitan dengan biaya yang ditimbulkannya. Perubahan iklim yang gejalanya mulai dirasakan saat ini berpotensi memunculkan dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dihasilkan dari dua Perang Dunia dan depresi ekonomi dunia seperti di tahun 1930-an[1].<br /><br />Perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi dunia ini terutama negara berkembang. Situasi kemiskinan dengan berbagai dimensinya diperburuk karena dampak perubahanan iklim yang membutuhkan biaya tinggi untuk memperbaikinya. Data yang dirilis oleh PricewaterhouseCoopers (PWC) memperkirakan produksi CO2 global akan meningkat dua kali lipat lebih banyak dari pada yang sekarang pada 2050 jika negara-negara di dunia ini tidak melakukan apa-apa [2]<br /><br />Mantan ekonom bank dunia Nicolas Stern pernah mengungkapkan berdasarkan beberapa skenario model yang dibuatnya sebuah prediksi bakal terjadinya pemangkasan pertumbuhan ekonomi global hingga 3 persen jika temperatur global meningkat hingga 2-3 derajat celcius, dibandingkan jika tidak ada perubahan iklim. Jika temperatur naik hingga 5 derajat celcius, penurunan ekonomi bisa sampai 10 persen. Skenario terburuk adalah ketika negara-negara di dunia tidak melakukan apa-apa untuk menekan tingkat emisi gas rumah kaca. Berdasarkan skenario terburuk itu perekonomian global beresiko mengalami pemangkasan pertumbuhan yang sifatnya permanen hingga 20 persen dibandingkan jika tidak ada pemanasan global. Itu artinya rata-rata penduduk dunia akan 20 persen lebih miskin dibandingkan yang sekarang. Stern sendiri memperkirakan kemungkinan besar kenaikan suhu mencapai 5-6 derajat Celcius dalam satu abad mendatang. Sedangkan biaya yang harus ditanggung perekonomian global mencapai 9 triliun dolar AS.<br /><br />Artinya, dampaknya jauh lebih dahsyat dari dampak gabungan dua perang dunia atau depresi ekonomi tahun 1930-an. Angka itupun belum memperhitungkan dampak pada kesehatan manusia dan lingkungan. Dan yang menjadi masalah lain, beban dampak pemanasan global ini tidak dibagi secara merata. Rakyat miskin dan negara-negara paling miskin adalah yang menanggung kerugian karena ketidaksiapan mereka dan juga karena ketergantungan kehidupan dan perekonomian mereka pada kondisi cuaca selama ini. Prediksi Stern tersebut kurang lebih sejalan dengan perkiraan Intergovernmental panel on Climate change (IPCC). Menurut IPCC, stabilisasi konsentrasi C02 pada level antara 445-535 part per milion (ppm) akan memangkas pertumbuhan ekonomi global hingga 3 persen.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Menyelamatkan atmosfer kita melalui disinsentif</span><br />Kita memulai merusak bumi ini terutama semenjak geliat perekonomian pasca revolusi industri yang menghasilkan banyak sisa produksi (baca: polusi) yang mengotori langit kita. Dan kita tak bisa menghentikannya karena perubahan melalui industrialisasi itu adalah kemajuan yang tak bisa dihindari.<br /><br />Perekomian kita bekerja dalam sebuah kerangka perekonomian pasar dengan asumsi bahwa kekuatan pasar, seperti pasokan dan permintaan merupakan yang terbaik dalam menentukan apa yang baik bagi kesejahteraan suatu bangsa. Harga akan memberikan insentif bagi konsumen maupun produsen. Apa yang diproduksi perekonomian akan mengikuti hal tersebut, walaupun mengotori Bumi ini.<br /><br />Harga akan memberikan insentif bagi konsumen maupun produsen. Harga yang tinggi akan mendorong lebih banyak produksi oleh produsen, namun di sisi lain mendorong pengurangan konsumsi oleh konsumen. Sebaliknya harga yang rendah akan mengurangi minat produsen untuk berproduksi dan meningkatkan konsumsi dari konsumen. Kedua insentif tersebut akan mendorong harga menuju keseimbangan antara konsumsi (permintaan) dan produksi (penawaran). Ekonom menyebut kondisi ini equlibrium. Mekanisme alamiah ini tidak membutuhkan intervensi dari luar, atapun motivasi altruistik baik dari konsumen maupun produsen. Dalam paham ini kebijakan pemerintah yang paling baik adalah intervensi yang minimal.<br /><br />Namun (seperti telah banyak diungkapkan oleh banyak ekonomi), kita juga menyadari bahwa pasar (kadang) tidak sempurna sehingga perlu adanya intervensi pemerintah untuk memperbaikinya. Dalam kondisi ketika kita menyadari permasalahan ini maka intervensi terhadap perekonomian untuk menyelamatkan lingkungan mutlak diperlukan<br /><br />Masalah utama dalam perubahan iklim adalah meningkatnya emisi yang memicu pemanasan global. Solusinya adalah pengurangan emisi. Langkah nyata yang dapat dilakukan adalah melalui mekanisme disinsentif. Namun yang selalu menjadi hambatan adalah implementasinya. Entah karena masalah kemampuan negara(biasanya negara berkembang) tersebut maupun karena karena masalah kemauan negara(yang kebanyakan adalah negara maju) tersebut. Intervensi berupa disinsentif terhadap kegiatan ekonomi yang polutif mempunyai peran yang penting bagi keberlangsungan lingkungan dan isu ketahanan iklim ini.<br /><br />Jika kini banyak negara belum mampu dan mau untuk melepaskan perlindungannya terhadap perekonomian dan industri lokallnya dari serbuan negara lain mungkin kita bisa memakluminya. Namun jika hal yang sama juga terjadi untuk masalah lingkungan dimana ada negara yang menolak untuk setidaknya bekerja sama menangani masalah ini mungkin kita harus mengusulkan kepada dewan PBB agar negara terebut dipindahkan dari Planet Bumi ini. Setuju?<br /><br /><span style="font-size:78%;">Referensi:<br />[1] Peralihan yang menentukan, Kompas edisi cetak sabtu 23 Juni 2007<br />[2] Lebih dahsyat dari perang dunia, </span></span><span class="fullpost" style="font-size:78%;">Kompas edisi cetak sabtu 23 Juni 2007</span><span class="fullpost"><br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-11012792822690380982008-07-13T13:57:00.018+07:002008-12-08T17:16:24.386+07:00Dunia yang semakin global dan bumi yang memanas<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://archives.zinester.com/13183/149692/238496_DEAF205F-E7F2-99DF-35C3B60FE3CC788B_1.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 138px; height: 138px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STzyF1zycSI/AAAAAAAAAPM/gEtuxKOG-pI/s320/hot+earth.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5277359045528940834" border="0" /></a>Globalisasi secara nyata telah meruntuhkan sekat-sekat antar manusia, bangsa dan negara di berbagai belahan dunia ini. Hal itu menjadikan dunia terasa semakin sempit seperti berada dalam metromini yang padat penumpangnya. Apa yang terjadi di satu belahan dunia dalam sekejap akan segera diketahui, dirasakan dan memicu reaksi di belahan dunia lainnya. Tragedi kemanusian di Palestina segera memicu kemarahan di berbagai negara (terutama muslim) lainnya. Mode fashion terbaru di Milan dalam hitungan jam segera beredar di kota lainnnya di dunia. Bahkan dalam konteks lain setiap kejadian dapat saling berinteraksi dan bereaksi secara bersamaan dan mengakibatkan efek simultan. Konon kenaikan harga BBM adalah salah satunya.<br /><br />Yang tidak kalah pentingnya dalam globalisasi adalah implikasi terhadap lingkungan dan keberlanjutan bumi ini kemudian. Aktivitas ekonomi di negara Paman Sam yang memberikan kontribusi terhadap emisi gas karbondioksida (penyebab pemanasan global) terbesar di dunia dunia (sebesar 25 persen), diprediksi mampu menyebabkan hilangnya negara kepulaan Maladewa sekitar 50 tahun kemudian (Stiglitz, 2006). Globalisasi tidak hanya mempercepat perkembangan ekonomi dan penyebaran informasi namun juga mempercepat perubahan iklim Bumi ini.<br /><span class="fullpost"><br />Karena kita tinggal dalam atmosfer yang sama maka polusi oleh satu negara akan segera dirasakan negara-negara lainnya. </span><span class="fullpost"></span><span class="fullpost">Pemanasan global secara singkat dapat dijelaskan sebagai akibat dari pelepasan emisi gas karbondioksida ke udara dari berbagai aktivitas manusia yang menghasilkan emisi <a href="http://herwin.wordpress.com/global-warming/#comment-203">gas-gas rumah kaca</a> terutama CO2 (karbondioksida). Seperti kita ketahui ketika sinar matahari masuk ke bumi sebagian dari sinar UV yang terfilter akan dipantulkan kembali ke angkasa, sisanya akan diserap oleh bumi, hal itu terjadi karena bumi memiliki lapisan pelindung seperti atmosfer, gunanya untuk memfilter sinar UV. Namun akibat gas-gas rumah kaca yang mengumpul cukup banyak dan menahan energi panas matahari di atmosfer maka yang terjadi kemudian adalah peningkatan suhu bumi, persis seperti yang terjadi dalam sebuah rumah kaca.<br /><br />Pengaruh dari perubahan iklim baru disadari beberapa waktu belakangan ini, terutama setelah Al Gore mengkampanyekan video <a href="http://www.climatecrisis.net/">inconvenient truth</a>-nya. Namun penyebab perubahan iklim telah dimulai jauh sebelumnya, beberapa pihak meyakini bahwa hal itu menjadi semakin terakselerasi sejak manusia menggantikan tenaga manusia dengan mesin-mesin terutama yang berbahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas. Lebih tepatnya sekitar akhir abad 18 ketika terjad revolusi industri di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya yang kemudian melakukan perubahan pola produksi massal yang membawa dampak terhadap efisiensi namun dengan biaya yang harus ditanggung oleh lingkungan saat ini dan masa depan.<br /><br />Hasilnya mungkin baru sedikit yang kita rasakan saat ini, namun beberapa yang bisa kita lihat adalah terjadinya lebih banyak kemarau, banjir, angin siklon, badai dan iklim fundamental di Eropa berubah secara drastis karena Gulf stream atau arus teluk-yang merupakan gelombang panas di pesisir timur amerika Utara- berubah arah(Stiglitz, 2006). Fakta lainnya adalah terjadinya peningkatan ketinggian air laut karena mulai mencairnya gletser dan es di kutub.<br /><br />Globalisasi yang sedang kita nikmati saat ini memang membawa kemajuan ekonomi dan meningkatkan kemampuan kita untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada dengan lebih cepat, namun sayangnya juga dengan lebih tidak hati-hati. Kemampuan manusia dalam mengeksploitasi bumi secara lebih cepat daripada kemampuanya mengatur penggunaan sumber-daya yang ada akan menghasilkan sebuah ancaman dalam ketahanan iklim.<br /><br />Masalah ketahanan iklim ini adalah persoalan bersama seluruh manusia, negara dan bangsa di bumi ini, karena apa yang diproduksi oleh suatu negara di satu belahan dunia yang menimbulkan eksternalitas berupa polusi dan pelepasan gas rumah kaca harus ditanggung oleh semua negara. Karena ini adalah masalah global maka solusi yang tepat juga harus bersifat global dan melibatkan baik negara maju dan berkembang dalam suatu posisi yang adil.<br /><br />Jika ingin mencari-cari kesalahan maka jelas penyebab utama dari perubahan iklim adalah aktivitas ekonomi negara-negara maju (sebagai ilustrasi 25 persen emisi di dunia disumbangkan oleh Amerika Serikat). Logika sederhana pun akan membenarkan, siapa yang berbuat lebih banyak harus bertanggung jawab lebih besar namun kenyataannya terutama dalam perundingan-perundingan internasional seringkali tidak demikian.<br /><br />Sekali lagi, persolan perubahan iklim ini adalah masalah kita bersama sehingga peran dari negara-negara berkembang pun sangatlah besar. Tentunya bukan dengan membebankan negara berkembang yang masih berkutat dengan pembangunan ekonomi (yang pastinya akan memproduksi emisi gas), untuk mengurangi usaha pembangunannya. Namun perlu suatu kerjasama yang cukup adil dalam menyelesaikannya. Kebuntuan yang sempat mengancam keputusan akhir dalam sidang UNFCC di Bali akhir tahun lalu memperlihatkan arogansi sebuah negara adidaya dalam menyikapi permaslahan global ini. Semoga hal itu tidak terulang lagi dalam konferensi lanjutannya agar Bumi tidak menjadi semakin panas untuk kita tempati hingga suatu saat (entah kapan) nanti.<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-86330966152445292012008-07-12T15:01:00.007+07:002008-12-08T17:27:51.255+07:00Cinta Laura Bilang : "Global Warming is Cool"<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://wiki.cahandong.org/images/thumb/5/51/Cinta-Laura.jpg/180px-Cinta-Laura.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 128px; height: 175px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/STz1uHNh7nI/AAAAAAAAAPU/5UGe67L4rco/s320/180px-Cinta-Laura.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5277363035929964146" border="0" /></a>Dalam suatu acara ketika diminta tanggapannya mengenai Global Warming seorang selebritis muda yang populer dengan gaya bahasa yang campur aduk dengan logat yang kebarat-baratan mengeluarkan komentar yang lucu:<br /><br />Reporter:" so Cinta, what do you think about global warming?"<br />Cinta Laura: "well... i think global warming is cool !"<br /><span class="fullpost"><br /><br />Jawaban Cinta Laura ini cukup lucu dan menurut banyak orang menggambarkan kualitas dirinya. Namun bisa saja komentar Cinta Lawrah (CL) hanyalah kesalahan pemilihan kata-kata untuk mengekspresikan pendapatnya yang masih cukup belia dan bukan sesuatu yang perlu mendapat pencekalan seperti yang dilakukan beberapa pihak karena gregetan dengan sikapnya yang dianggap "membahayakan" masyarakat indonesia yang latah meniru gayanya seperti yang bisa dilihat <a href="http://www.rileks.com/artikel/?act=detail&artid=31102006118414">di sini</a>. Hal yang menarik bagi saya adalah kenyataan bahwa bukan saja banyak orang yang belum memahami isu global warming, tetapi bahkan orang yang memahaminya pun cukup apatis terhadap isu tersebut setidaknya menurut survey sebuah koran nasional.<br /><span style="font-weight: bold;"><br />It should be Climate is Cool not Global Warming is Cool</span><br /><br />Kembali ke Cinta. Mungkin yang dimaksud oleh gadis belia ini adalah isu mengenai Global Warming merupakan sesuatu yang sangat menarik dan perlu mendapat perhatian banyak pihak sehingga seperti kebanyakan anak muda lainnya Ia serentak menjawab "I think it's cool" yang mengacu kepada sesuatu yang sedang trendy. Frase Global Warming belakangan memang menjadi buzzword yang banyak digunakan oleh siapa saja dan kadang dalam konteks apa saja. Tujuannya memang jelas yaitu untuk membangkitkan awareness terhadap masalah lingkungan. Lihat saja pada acara MTV, di setiap akhir acaranya Video Jockey MTV selalu menyelipkan pesan "stop global warming" selain pesan "jauhi narkoba" atau "jauhi AIDS " yang sudah menjadi langganan.<br /><br />Setelah konferensi PBB mengenai perubahan iklim (UNFCC) di Bali akhir tahun lalu , Indonesiapun menjadi sorotan dunia dan kampanye mengenai perubahan iklim dan pencegahan pemanasan global terus diupayakan di mana-mana. Maklum, menurut sebuah survey yang saya kutip dari <a href="http://www.emfajar.net/our-earth/global-warming/">sini</a> mengatakan bahwa sebelum gembar-gembor konferensi tersebut 72% orang Indonesia tidak mengetahui tentang apa yang dinamakan dengan Global Warming atau Pemanasan Global. Namun setelah maraknya kampanye mengenai global warming sedikit ada pencerahan terhadapa masyarkat Indonesia, setidaknya mereka mulai mengenal istilah tersebut.<br /><br />Saat ini saya kira frase Global warming telah menjadi lebih populer dibanding sebelum survey tersebut. Banyak cara dilakukan untuk mengkampanyekannya melalui berbagai bentuk acara terutama yang ditujukan bagi kaum muda. Isu pemanasan global akibat perubahan iklim memang telah menjadi masalah kita bersama sehingga setiap orang berhak untuk memiliki caranya sendiri untuk mengekspresikan ide mereka mengenai masalah perubahan ilkim ini, mulai dari kampanye peningkatan awareness terhadap masalah perubahan iklim ini hingga aksi-aksi nyata seperti yang dilakukan dengan acara penanaman sepuluh juta pohon oleh ibu negara.<br /><br />Peningkatan awareness ini menunjukkan bahwa realita mengenai perubahan iklim telah mempersatukan Akademisi (Academician) , pemerintah (Government), bisnis (Business), dan Aktivis serta masyarakat umum (Society) atau yang dikenal dengan istilah ABGS, untuk melakukan upaya nyata dalam menyikapi masalah-masalah lingkungan hidup. Lebih jauh lagi di tingkat internasional selain pertemuan antar negara, beberapa organisasi yang peduli terhadap masalah ini pun menggelar kampanye mengenai isu perubahan iklim.<br /><br />Salah satunya adalah yang dilakukan oleh British Council melalui beberapa programnya seperti <a href="http://www.britishcouncil.org/indonesia-society-aylcf-2007.htm">AYLCF</a> yang bertujuan merangkul calon pemimpin masa depan guna mendukung aksi individu maupun kolektif mengurangi dampak perubahan iklim di komunitas-komunitas mereka di seluruh pelosok kawasan Asia Pasifik. Program lainnya adalah <a href="http://www.britishcouncil.org/indonesia-society-climate-cool">Climate Cool</a>. Seperti ditulis dalam websitenya bahwa masalah perubahan iklim adalah masalah global, sehingga jalan keluarnya pun harus kerja sama yang mendunia. Dengan alasan tersebut British Council berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pemuda dan media. Saya pikir jika nanti Cinta Lawrah bisa meluangkan waktu di sela-sela kesibukan syutingnya untuk melongok ke <a href="http://www.britishcouncil.org/indonesia-society-climate-cool">website climate cool</a>, pasti ia buru-buru merevisi dan mengatakan: hmmm it should be climate is cool not global warming is cool...right?<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Mari mulai membahas dan melakukan aksi nyata</span><br /><br />Ada banyak cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan yang kita cintai ini. Mulai dari usaha mengurangi emisi gas rumah kaca melalui cara-cara sederhana seperti yang disarankan <a href="http://www.greenpeace.org/international/press/reports/how-to-save-the-climate-pers">greenpeace</a> hingga kebijakan-kebijakan di level yang lebih tinggi seperti kerjasama antar negara yang mencakup pengembangan teknologi ramah lingkungan dan perjanjian pengurangan emisi gas rumah kaca melalui protokol kyoto, atapun saran Stiglitz untuk menerapkan pajak terhadap polusi.<br /><br />Namun ada cara yang lebih sederhana yang saya pikir dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja. Ya...dengan mulai membahasnya dan mengkampanyekan isu perubahan iklim ini kepada semua orang sehingga setiap orang akan menyadari peran yang nanti bisa mereka ambil dalam menyikapi masalah perubahan iklim ini. Saya pikir semua orang bisa melakukannya. Setiap aksi nyata harus selalu diawali dengan pemahaman yang tepat terhadap suatu masalah agar perencanaan dan aksi yang akan dijalankan nantinya memiliki hasil yang efektif.<br /><br />Bahkan orang seperti Cinta Laura pun bisa memulainya ketika dengan tidak sengaja mengeluarkan komentar yang salah maka semua orang ikutan latah (saya juga nih) mengoreksi dan membahas pernyataan sang selebritis muda ini. Memulai dengan word of mouth. Itulah moral story dari kesalahan komentar sang idola muda Cinta lawrah.Ya khan Cinta???<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-42383930677364743702008-07-05T22:14:00.011+07:002008-07-12T11:55:57.208+07:00How low can you go..Belakangan ini saya begitu rajin membeli buku ke salah satu toko buku yang ada di Depok Town Square yang bernama TM Book Store. Hampir setiap minggu malahan. Walau tidak semua buku yang dibeli bisa saya selesaikan minggu itu juga, namun saya selalu tertarik untuk membeli buku-buku tersebut hampir setiap minggu. Terkadang ada beberapa buku yang saya beli karena impulsive buying. Ketertarikan ketika membaca judul, komentar di cover buku dan review sekilas dari halaman belakang buku adalah beberapa hal yang kemudian membuat saya tertarik untuk memindahkannya ke rak buku di rumah. Namun yang paling membuat saya tergiur untuk membeli buku-buku tersebut adalah diskon yang tercantum di bagian belakang buku tersebut. <br /><span class="fullpost"><br />Pencatuman diskon sebesar minimum 15 persen untuk semua jenis buku jelas sangat menggiurkan para bookaholic. Belum lagi dengan tambahan diskon hingga sebesar 30-40 persen. Sebagai ilustrasi novel Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata edisi soft cover yang dibandrol sebesar Rp 60.000 ditoko buku Gramedia, di TM Boook Store hanya Rp.51.000, belum jika anda mendapat tambahan diskon sebagai 200 pembeli pertama hingga sebesar 40 persen, maka harga yang anda bayarkan hanya Rp.36.000.<br /><br />Dalam salah satu promonya TM Book Store mengklaim sebagai toko yang memberikan best value melalui diskon setiap hari dan tambahan diskon lagi kepada 200 pembeli pertama hingga 40 persen. TM Book Store merupakan salah satu bagian dari group Togamas ysng didirikan oleh Johan Budhie Sava (sejarah Togamas bisa di baca di sini) yang memulai berjualan buku di Surabaya dengan menjadikan mahasiswa sebagai target utama dengan memberikan diskon yang besar. Dengan strategi tersebut Johan berhasil meraih sukses di Surabaya dimana ia menyelesaikan kuliahnya. Kemudian secara bertahap ia pun mengembangkan toko buku murahnya di beberapa kota lainnya dimana populasi mahasiswanya cukup besar. Di Depok sebagai salah satu kota dengan populasi mahasiswa yang cukup besar, Togamas mencoba memasukinya walaupun disana telah bercokol toko buku Gramedia yang lebih dulu ada dan cukup besar. Di Depok dan Kelapa Gading, brand yang diusung adalah TM Book Store. Alasannya seperti dianalogikan dalam salah satu web forumnya adalah jika memasuki wilayah perkotaan maka nama yang digunakan juga disesuaikan dengan masyarakat yang ada. Mungkin nama TM Book Store dianggap lebih sesuai dan lebih pas dengan wilayah perkotaan Jakarta dan Depok. <br />Strategi harga seperti yang dilakukan TM Book store merupakan salah satu strategi paling kuno dalam memenangkan persaingan. Namun banyak juga yang menyangsikan keberhasilan jangka panjang dari strategi harga. Ketika suatu perusahaan menetapkan strategi harga murah tujuan yang ingin dicapainya tentu adalah merebut pangsa pasar yang ada dari pesaing atau memang perusahaan tersebut memiliki keunggulan biaya yang membuatnya unggul dibanding pesaing lain sehingga mampu menjual di bawah harga pasar.<br /><br />Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa kesalahan yang sering terjadi dalam strategi harga adalah banyak perusahaan yang mengukur keberhasilan mereka dari besarnya pangsa pasar daripada keuntungan. Padahal dengan memberikan potongan harga berarti juga menghilangkan keuntungan yang akan mereka dapat. Pendapat ini berkeyakinan bahwa satu-satunya waktu dimana anda harus menegosiasikan harga adalah ketika anda berhadpan dengan konsumen yang jarang membeli prosuk anda sehingga harga yang lebih rendah akan memicu mereka untuk mencoba produk anda. <br />Pada dasarnya penetapan harga adalah sebuah permainan dan inti dari sebuah permainan adalah ketika anda bertindak maka orang lain (konsumen, pemasok atau pesaing) akan meresponnya dengan tindakan lain. Dalam hal ini strategi harga yang dilakukan TM Book Store bertujuan agar konsumen (terutama mahasiswa yang sensitif terhadap harga) merespon dengan berbelanja lebih banyak, dan pelanggan dari toko bukupun sebelah segera beralih.<br /><br />Seberapa jauh strategi untuk menurunkan harga dapat memenangkan persaingan yang semakin ketat tentunya menjadi pertanyaan. Jawabannya akan bergantung kepada tujuan yang ingin dicapai dan kondisi dari pasar yang ada. Jika tujuan TM Book Store adalah untuk merebut pangsa pasar seberapa jauh TM Book Store akan mampu bertahan dengan hanya misalnya mengambil margin 5-10 persen dan memberikan sisanya sebagai diskon kepada konsumennya. Ataukah mungkin TM Book Store memiliki keunggulan biaya sehingga mampu menetapkan harga lebih rendah? Kemudian kondisi dari pasar mahasiswa yang ada juga akan menentukan keberhasilan strategi ini. Secara umum konsumen mahasiswa tentunya akan lebih sensitif terhadap harga dan tentunya mereka akan meresponnya dengan beralih ke perusahaan yang mampu memberikan harga lebih rendah.<br />Selanjutnya adalah reaksi dari pesaing apakah Gramedia akan ikut meresponnya dengan menurunkan harga. Dalam beberapa event seperti ulang tahun depok yang lalu Gramedia juga memberikan diskon yang cukup besar hingga 40 Persen. Saya pikir ini merupakan respon terhadap strategi yang dilakukan TM Book Store. Semoga terus berlanjut.<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-10728201737526560722008-06-28T10:14:00.006+07:002008-07-12T13:19:50.625+07:00Kepastian IPO Krakatau SteelAkhirnya pemerintah memastikan untuk memilih opsi Initial Public Offering (IPO) dibanding Strategic Sale seperti yang sempat diwacanakan beberapa waktu lalu. Hal tersebut dikemukakan oleh Komisaris utama PT Krakatau Steel Taufiequrrahman Ruki seperti dikutip oleh UK Reuters jumat 27 Juni 2008.<br /><span class="fullpost"><br />Berikut kutipannya:<br /><br />"The government has agreed with directors and commissioners to use the IPO option," said chairman Taufiequrrahman Ruki, adding the best timing for the share offer is likely to be November or December.<br /><br />"We opted for an IPO because it can improve the culture of good corporate governance, while in a strategic sale, one party might have more influence. Our concern is domestic demand, while foreign firms' concern might be to the international market."<br /><br />Proses selanjutnya nampaknya akan lebih mudah karena hanya menunggu persetujuan DPR, yang memang sejak awal lebih banyak menentang opsi strategic sale. Namun di sisi lain harapan akan adanya arus masuk modal asing yang bisa saja memicu investor asing lainnya harus tertunda. Semoga opsi ini bisa menjadi pilihan strategis untuk mengembangkan KS sebagai industri strategis Indonesia. Kita tunggu akhir tahun nanti....<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-44618150887863319792008-06-22T12:58:00.020+07:002008-07-12T12:49:25.946+07:00Mendadak Batik.....<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Suatu hari saya melihat beberapa orang muda yang berjalan di sebuah pusat perbelanjaan dengan mengenakan baju dengan motif yang unik dan kombinasi yang menarik. Kemudian di waktu lainnya dalam suatu acara keluarga saya melihat kombinasi pakaian yang sama yang dipakai sepupu-sepupu saya yang perempuan. Tapi yang jelas saya belum menyadari kalo bahan yang dipakai orang muda dan sepupu saya yang terlihat modis tersebut adalah batik. Sampai saya membaca artikel Kompas mengenai Trend Batik di kalangan anak muda. Mungkin saya termasuk yang telat menyadari trend batik di kalangan anak muda belakangan ini, tapi yang jelas bukan karena saya tidak lagi muda.....</span><br /></div><span class="fullpost"><br /><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Suatu hari saya melihat beberapa orang muda yang berjalan di sebuah pusat perbelanjaan dengan mengenakan baju dengan motif yang unik dan kombinasi yang menarik. Kemudian di waktu lainnya dalam suatu acara keluarga saya melihat kombinasi pakaian yang sama yang dipakai sepupu-sepupu saya yang perempuan. Tapi yang jelas saya belum menyadari kalo bahan yang dipakai orang muda dan sepupu saya yang terlihat modis tersebut adalah batik. Sampai saya membaca artikel Kompas mengenai Trend Batik di kalangan anak muda. Mungkin saya termasuk yang telat menyadari trend batik di kalangan anak muda belakangan ini, tapi yang jelas bukan karena saya tidak lagi muda.....<br /><br />Biasanya busana dari kain batik dikenakan hanya dalam acara-acara formal. Kondangan, acara pelantikan pejabat, dan seragam hari jumat bagi beberapa PNS adalah kondisi yang biasanya banyak orang yang memakai batik. Selain itu batik juga menjadi pakaian wajib bagi beberapa acara kedaerahan bahkan keagamaan. Kesan yang melekat pada batik beberapa waktu yang lalau adalah tua, formal dan kaku.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Namun belakangan ini aturan itu tidak lagi berlaku. Di pusat-pusat perbelanjaan hingga tempat hiburan juga banyak ditemui orang-orang yang memakai baju berbahan batik dengan bermacam kombinasi. Yang jelas batik kini banyak dipakai di segala suasana tanpa menjadi terlihat kuno. Hal ini merupakan hasil dari kreativitas para desainer saat ini yang mampu membaca keinginan orang-orang muda dan memadukannya dengan peninggalan budaya batik ini. Alhasil berkat ide dan sentuhan seni mereka, batik lahir menjadi karya etnik modern dengan tampilan yang lebih eksklusif, manis, elegan, dan tidak kuno. Model dan warna pun tidak melulu cokelat dan warna-warna gelap, permainan warna, motif tabrak, model modern, dan gaul pun berani diusung tentunya untuk mengikat segmen konsumenyang lebih muda dan moder.</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Tak heran batik kini tampil dengan berbagai kombinasi yang lebih segar dan modern. Sehingga kini kita bisa melihat pemandangan yang menarik dari para pemakai batik. Berikut diantaranya beberapa orang yang mendadak batik</p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="left"><strong>Foto 1: Kalo yg pake batik kayak begini.......</strong></p> <strong></strong><h3> </h3> <script languange="JavaScript"> var imagesPart = new Array(1) var currPos = 0 imagesPart[0] = "2008/06/03/29/114960/YTBvVi9jg2.jpg" function goToImage(counter){ var firstEl = 0 var lastEl = imagesPart.length - 1 if(counter < currpos =" currPos" currpos =" currPos" currpos =" 0;"> lastEl){ currPos = lastEl }else{ currPos = currPos } ajaxpage('ContainerPhoto','http://lifestyle.okezone.com/index.php/viewImage/'+imagesPart[currPos]); } </script> <!--<div class="photoleft floatleft">--> <div id="ContainerPhoto"> <script languange="JavaScript"> var imagesPart = new Array(1) var currPos = 0 imagesPart[0] = "2008/04/25/29/103843/mGsPELhV5d.jpg" function goToImage(counter){ var firstEl = 0 var lastEl = imagesPart.length - 1 if(counter < currpos =" currPos" currpos =" currPos" currpos =" 0;"> lastEl){ currPos = lastEl }else{ currPos = currPos } ajaxpage('ContainerPhoto','http://lifestyle.okezone.com/index.php/viewImage/'+imagesPart[currPos]); } </script> <!--<div class="photoleft floatleft">--> <div id="ContainerPhoto"> <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SF3xNo3DkyI/AAAAAAAAAJI/EO2NHhP5BiQ/s1600-h/YTBvVi9jg2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 288px; height: 216px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SF3xNo3DkyI/AAAAAAAAAJI/EO2NHhP5BiQ/s320/YTBvVi9jg2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5214589160173835042" border="0" /></a><img src="http://lifestyle.okezone.com/images-data/content/2008/04/25/29/103843/mGsPELhV5d.jpg" style="border: 1px solid rgb(0, 0, 0); padding: 1px; width: 272px; height: 212px;" /> </div> </div><br /><span style="font-size:78%;">www.okezone.com Selasa, 3 Juni 2008 - 09:16 wib<br /><br /></span><span style="font-weight: bold;">Foto 2: Grup Band yang lagi naik daun pun ikut2an "membatik" (Konser RAN)<br /><br /></span><a href="http://otakiphan.files.wordpress.com/2008/04/just-click1788.jpg"><span style="color: rgb(0, 0, 128);"><img src="http://otakiphan.files.wordpress.com/2008/04/just-click1788.jpg?w=225&h=300" name="graphics5" alt="Rayi with batik" align="bottom" border="1" height="300" width="225" /></span></a><a href="http://otakiphan.files.wordpress.com/2008/04/just-click1795.jpg"><span style="color: rgb(0, 0, 128);"><img src="http://otakiphan.files.wordpress.com/2008/04/just-click1795.jpg?w=225&h=300" name="graphics6" alt="Rayi dan Nino" align="bottom" border="1" height="300" width="225" /></span></a><br /><br /><span style="font-size:78%;">Sumber: ttp://otakiphan.wordpress.com/2008/04/21/konser-ran-band-dan-trend-batik/</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Foto 3: Nah Yang satu ini lebih heboh lagi, sebuah kejutan untuk SBY<br /><br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SF3yp-iPHWI/AAAAAAAAAJQ/G0brjj_O1xI/s1600-h/sbybillbatik285.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 306px; height: 239px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SF3yp-iPHWI/AAAAAAAAAJQ/G0brjj_O1xI/s320/sbybillbatik285.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5214590746540055906" border="0" /></a><a href="http://mukhlisukses.files.wordpress.com/2008/05/batik-bill-gates1.jpg"><span style="color: rgb(0, 0, 128);"><img style="width: 176px; height: 244px;" src="http://mukhlisukses.files.wordpress.com/2008/05/batik-bill-gates1.jpg?w=211&h=300" name="graphics9" align="bottom" border="1" /></span></a><span style="font-size:78%;"><a href="http://mukhlisukses.files.wordpress.com/2008/05/batik-bill-gates1.jpg"><span style="color: rgb(0, 0, 128);"> </span></a></span><br /><span><span style="font-size:78%;"><a href="http://mukhlisukses.files.wordpress.com/2008/05/batik-bill-gates1.jpg"><span style="color: rgb(0, 0, 128);">http://www.detiknews.com</span></a><br /><br /></span></span><br /><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Tak hanya diminati orang Indonesia, batik juga mampu menarik hati para warga mancanegara. Seperti yang dilakukan oleh Bos Microsoft dalam acara Presidential Lecturer beberapa waktu lalu dalam kunjungannya ke Indonesia. Konon, Presiden SBY harus mengganti pakaian formalnya untuk menyeimbangkan tamunya yang berpakaian casual dengan batik ini. Sehingga setelah melepas jas dan dasinya SBY pun mendadak Batik.<br /><br /><b>Potensi</b> <b>Pasar batik</b></p> <p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 150%;" align="justify">Menurut salah satu <a href="http://www.suarapembaruan.com/News/2008/05/18/Utama/ut01.htm">media</a>, tren batik yang mulai bangkit di dalam negeri ternyata juga berpengaruh positif pada ekspor batik ke mancanegara. Mengutip data yang dikeluarkan Departemen Perdagangan (Depdag), menunjukkan peningkatan ekspor dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, nilai ekspor batik tidak langsung tidak mencapai sekitar Rp 200 miliar, sedangkan ekspor langsung nilainya US$ 3,2 juta. Kemudian selang enam tahun ekspor batik khusus untuk daerah Jawa Tengah saja nilai ekspornya mencapai sebesar US$ 29,3 juta atau naik 20,24 persen dibanding tahun 2006 sebesar US$ 24,4 juta. Nilai tersebut merupakan 36,46 persen dari total ekspor batik Indonesia tahun 2007. Sementara tujuan umum ekspor batik adalah negara AS yang menyerap 64,59 persen dari seluruh ekspor batik dunia. Urutan selanjutnya Jerman 5,39 persen, Inggris 5,20 persen, Belgia 2,75 persen dan Prancis 2,27 persen.</p> <p style="line-height: 150%;" align="justify">Masih dari sumber yang sama BPEN Depdag juga mencatat perkembangan batik di Indonesia meningkat, sehingga tahun 2006 sudah mencapai 48,287 unit dengan menyerap tenaga kerja 792,285 orang dan nilai produksinya mencapai Rp 2,9 triliun. Unit batik itu tersebar di 17 provinsi di Indonesia antara lain Jawa Tengah yang pusatnya di Pekalongan. <span style="font-size:78%;">()</span></p> <p style="line-height: 150%;" align="justify"><b>Batik, Industri Kreatif dan Nilai Tambah Ekonomi</b></p> <p style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-style: normal;">Batik merupakan peninggalan budaya yang memiliki nilai seni tinggi dalam pembuatannya. Pada awalnya kesenian gamabr diatas kaini untuk pakaian ini merupakan salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Kemudian seiring dengan waktu kesenian batik ini pun menyebar ke luar kraton dan menjadi pekerjaan rakyat untuk mengisi waktu luangnya di rumah.Sejarah lebih lanjut mengenai batik dapat dilihat di <a href="http://batikindonesia.info/2005/04/18/sejarah-batik-indonesia/">sini</a>.</span></p> <p style="font-style: normal; line-height: 150%;" align="justify">Sebelum ditemukannya batik cap pengerjaan batik tulis merupakan suatu yang ekslusif dan membutuhkan ketelatenan serta waktu yang lama dalam pengerjaannya sehingga produk inipun menjadi sesuatu yang ekslusif.</p> <p style="line-height: 150%;" align="justify">Kini batik hadir kembali dalam wajah baru yang mencerminkan masih lekatnya budaya Indonesia di berbagai kalangan masyarakat dan diterimanya mode pakaian batik seperti yang menjadi tren saat ini merupakan hasil dari kreativitas para desainer yang tak pernah berhenti menggali ide-ide dalam mengembangkan batik. Selain itu kini berkat ide dan sentuhan seni mereka, batik lahir tidak hanya menjadi karya etnik modern dengan tampilan yang lebih eksklusif, manis, elegan, dan tidak kuno, tetapi juga memiliki nilai tambah ekonomi yang tinggi. Kerajinan batik pun kini menjadi salah satu perwujudan industri kreatif yang sedang gencar-gencarnya digalakkan pemerintah melalui Departemen Perdagangan. Ayo terus kreatif dan terus "membatik"...</p> </span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-69977414728229194102008-06-21T10:42:00.004+07:002008-12-13T22:35:07.261+07:00Menyegarkan kembali Konsep SAKASAKTI<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SUPVrhbBohI/AAAAAAAAAQI/I0dMOvDKqrM/s1600-h/MAP-Indonesia-450.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 243px; height: 172px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_HfyZbatAXGQ/SUPVrhbBohI/AAAAAAAAAQI/I0dMOvDKqrM/s320/MAP-Indonesia-450.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5279298131891167762" border="0" /></a>Tahun depan pelaksanaan otonomi daerah akan menggenapi usianya yang kesepuluh. Apa kabar dengan implementasi desentralisasi tersebut? Banyak kritikan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di beberapa daerah dimana justru pemerintah daerah berubah menjadi raja-raja kecil yang bukan berorientasi mengoptimalkan perekonomian daerah untuk kesejahteraan rakyat namun justru hanya memindahkan korupsi di pusat ke daerah. Namun diluar hal tersebut salah satu hal yang menarik dari pelaksanaan OTDA adalah upaya masing-masing daerah untuk memfokuskan pada salah satu keunggulan yang dimilikinya untuk direalisasikan menjadi produk unggulan daerah. Hal ini didasari oleh apa yang pernah dilakukan oleh Gubernur Hiramatsu di daerah Oita-Jepang dengan konsep OVOP (One Village One Product). Konsep ini kemudian dikembangkan di Indonesia menjadi SAKASAKTI oleh Prof. Dr. Martani Huseini. Secara filosofis konsep ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Prahald mengenai kompetnsi inti (core competency) yang dapat meningkatkan keunggulan (competitiveness) suatu perusahaan.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan pada pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kemandirian lokal melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki secara efisien dan optimal dalam rangka membangun daya saing daerah. Menurut G. Hamel dan C.K. Prahalad (1993), jika suatu organisasi/perusahaan ingin memenangi persaingan di masa depan organisasi/perusahaan tersebut harus lebih berorientasi pada upaya untuk merebut berbagai peluang (opportunity share) ketimbang pangsa pasar (market share) karena pangsa pasar yang diperoleh sesungguhnya bergantung pada kemampuan organisasi menciptakan peluang. Untuk merebut peluang masa depan, organisasi/perusahaan perlu memiliki kompetensi inti (core competence).<br /><br />Kompetensi inti sebagaimana didefinisikan oleh Hamel dan Prahalad adalah kumpulan keterampilan dan teknologi yang memungkinkan suatu organisasi menyediakan manfaat tersendiri bagi pelanggannya. Dengan demikian, kompetensi inti merupakan sekumpulan sumberdaya dan kemampuan (aset-aset) organisasi yang memiliki keunikan tinggi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Keunikan yang dimiliki organisasi dapat membuat kesulitan bagi pesaing untuk menirunya.<br /><br />Bertolak pada kesadaran akan keunikan yang dimiliki oleh daerah, pendekatan yang digunakan dalam pembangunan daerah perlu dikembangkan dalam bentuk terpadu dengan perspektif jangka panjang dengan tidak hanya melulu mempertimbangkan kebutuhan sekarang berdasarkan konfigurasi yang ada (Azis, 1994). Perspektif jangka panjang ini menegaskan bahwa pelaksanaan pembangunan itu harus dalam dirinya sendiri bersifat berkelanjutan (sustainable). Perspektif ini dapat berjalan seiring dengan gagasan peningkatan kemandirian daerah yang dirumuskan dalam UU No. 32 di atas. Kemandirian daerah secara implisit menunjuk pada kemampuan daerah untuk tumbuh, atau dengan kata lain pada suatu keadaan perkembangan aktivitas sosial-ekonomi yang terkelola dengan baik oleh Pemerintah Daerah. Kemandirian daerah secara berkelanjutan menjadi sebuah gagasan yang akan dapat memadukan berbagai konsepsi di atas secara menyeluruh.<br /><br />Dengan mengambil pemikiran mengenai konsep one village and one product (OVOP) yang dikembangkan oleh Gubernur Hiramatsu di daerah Oita-Jepang dan konsep SAKASAKTI (satu Kabupaten/Kota satu kompetensi inti) yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Martani Huseini dalam pidato pengukuhan guru besarnya, maka untuk membangun daya saing daerah diperlukan penciptaan kompetensi inti bagi daerah tersebut. Gagasan ini merupakan sebuah gerakan strategis yang dirancang khusus untuk pembangunan daerah. Konsep SAKASAKTI menyatakan bahwa masyarakat perlu menentukan satu produk atau industri yang sangat khas di daerahnya dan mengelolanya menjadi sebuah produk atau industri yang dapat diterima secara nasional, bahkan global. Produk atau industri tersebut haruslah dikembangkan berdasarkan kompetensi inti yang vital bagi pengembangan produk/industri yang bersangkutan.<br /><br />Dilihat dari dimensi mikro (perusahaan), Kotler berpendapat bahwa organisasi dalam membangun kompetensi inti (produk/layanan/komoditi inti) setidaknya memperhatikan empat kriteria yaitu, memiliki keunikan, sulit untuk ditiru, memberikan manfaat lebih bagi pelanggan serta memberikan keuntungan yang besar. Jika dilihat dari dimensi yang lebih luas, yaitu suatu daerah (Kabupaten/Kota), kompetensi inti yang dipilih haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu, memiliki nilai tambah yang tinggi, memiliki keunikan daerah, memiliki keterkaitan yang kuat dengan sumberdaya yang dimiliki daerah, serta memiliki peluang untuk menembus pasar internasional. Dengan kata lain, penentuan kompetensi inti suatu daerah haruslah memberikan dampak yang besar dalam merangsang pertumbuhan ekonomi daerah.<br /><br />Pada saat ini konsep SAKASAKTI dan kompetensi inti (beserta manfaat-manfaatnya) belum diterapkan secara terintegrasi dalam perencanaan perekonomian daerah. Beberapa daerah bahkan menyamakan pengertian kompetensi inti dengan pengertian produk unggulan. Akibatnya, konsep kompetensi inti dipahami secara parsial atau tanpa mengindahkan kriteria yang telah disebutkan di atas. Sehingga dalam kenyataannya, suatu Kabupaten/Kota seringkali hanya meniru apa yang terlihat berhasil dilaksanakan di daerah lain tanpa mempertimbangkan kemampuan internal dan peluang serta hambatan yang dihadapi oleh daerah tersebut. Akibatnya banyak proyek yang sifatnya replikasi yang gagal ketika diimplementasikan di lapangan. Permasalahan tersebut juga semakin diperparah oleh adanya pendekatan yang bersifat top down dalam menentukan dan mengembangkan kompetensi inti sebab ide-ide yang muncul hanyalah ide pejabat daerah tertentu tanpa dikonfirmasikan ke masyarakat. Menjelang 10 tahun OTDA, konsep SAKASAKTI harus kembali diangkat sebagai upaya menyegarkan kembali pembangunan ekonomi daerah yang menekankan pada potensi daerah tersebut.<br /><br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2058395866613239851.post-66306965328595590202008-06-21T10:32:00.003+07:002008-07-12T13:08:04.458+07:00Emangnya ada yang namanya INDUSTRI Kreatif ????Pasti kita sering mendengar penggunaan istilah ekonomi dan industri kreatif yang digunakan untuk mengungkapkan maksud yang sama. Padahal industri dan ekonomi pada dasarnya memiliki definisi yang berbeda. Ekonomi kreatif seharusnya mengacu pada satu hal sementara industri kreatif mengacu pada hal lainnya.<br /><br />Yang saya pahami definisi industri memang sering di identikkan dengan produksi dalam suatu pabrik sehingga dalam penggunaannya definisi industri selalu terkait dengan manufaktur. Dalam definisi industri yang digunakan oleh Departemen Perindustrian sendiri, industri mengacu pada proses pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi, barang jadi yang memiliki nilai tambah. Jika anda melihat ke dalam website departemen perindustrian sendiri maka yang anda temukan dalam struktur organisasinya hanyalah industri yang menghasilkan produk (manuaktur) bukan jasa.<br /><span class="fullpost"><br />Namun definisi lain yang ada dalam teks book ekonomi industri atau organisasi industri (yang pernah saya pelajari sewaktu kuliah dulu) menyebutkan bahwa industri mengacu pada sekumpulan perusahaan yang berada pada kelompok usaha yang sama. Sehingga pengertian industri ini lebih luas tidak hanya pada industri manufaktur akan tetapi juga sektor jasa dan lainnya.<br /><br />Ekonomi kreatif atau industri kreatif?<br /><br />Istilah Industri Kreatif pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1990an oleh Partai Buruh di Australia sebagai bentuk baru bagi penciptaan lapangan kerja. Gagasan mengenai Industri Kreatif ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Inggris sehingga akhirnya Perdana Menteri Tony Blair pada tahun 1997 membentuk Tim Industri Kreatif Inggris (Hari Lubis, Makalah Industri Kreatif dalam .Raker Depperin 2008)<br /><br />Kemudian istilan industri kreatif menjadi melebar dengan digunakannya juga istilah ekonomi kreatif oleh beberapa negara. Di Indonesia sendiri Departemen perdagangan menggunakan istilah ekonomi kreatif yang didefinisikan sebagai ekonomi yang bersumber pada ide, kreativitas, inovasi dan keunggulan yang mampu menciptakan kesejahteraan. Masih menurut definisi yang digunakan Depdag tersebut Ekonomi kreatif terdiri atas 14 sektor industri, yaitu musik, radio, dan televise, film/video dan fotografi, periklanan, arsitektur, pasar seni, dan barang antik, kerajinan, design, fesyen, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, serta layanan computer dan piranti lunak (http://industrikreatif-depdag.blogspot.com/<br /><br />Let's make things clear<br /><br />Penjelasan yang ada pada web blog industri kreatif depdag menjelaskan bahwa ada beberapa usulan untuk membedakan antara ekonomi kreatif dengan industri kreatif. Dasarnya adalah definisi ekonomi mengacu pada aktivitas keseluruhan, sementara industri merupakan bagian di dalamnya. Sehingga menurut web blog tersebut: ekonomi kreatif belum tentu industri kreatif karena ekonomi kreatif juga menghitung aktifitas perdagangan domestik maupun ekspor dari produk-produk kreatif. Industri kreatif sudah tentu ekonomi kreatif karena didalam setiap industri kreatif selalu terdapat proses penciptaan dan atau ada aktivitas R&D. Kekuatan industri kreatif ada pada R&D dan komersialisasi (marketing).<br /><br />Lebih jelasnya, masih menurut web blog tersebut, industri kreatif (versi Departemen Perdagangan RI) mengacu pada definisi: "Industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property", contoh: industri batik, industri jasa arsitektur, industri jasa periklanan."<br /><br />Sementara itu: ekonomi kreatif adalah keseluruhan dari industri kreatif, yaitu seluruh industri yang tercakup dalam kelompok industri kreatif.<br /><br />Kesimpulan yang bisa diambil dari beberapa definisi dan pembahasan tersebut adalah perlunya definisi yang lebih tajam mengenai masing-masing definisi dan cakupan dari ekonomi dan industri kreatif karena hal itu juga akan berhubungan wewenang dan domain kebijakan masing -masing instansi (Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, MenegKop UKM maupun departemen pariwisata dan instansi lainnya) dalam membantu pengembangan ekonomi dan industri kreatif.<br /></span>fajrinhttp://www.blogger.com/profile/12968440179091778994noreply@blogger.com7