Juni 14, 2008

Krakatau Steel dan Industri Strategis Indonesia

Sudah sejak lama kita mungkin tidak lagi mendengar tentang kebijakan industri yang dilakukan pemerintah secara eksplisit dalam mengembangkan industri nasional. Salah satu kisah sedih usaha pemerintah dalam membangun industri nasional adalah kegagalan IPTN dalam mewujudkan industri dengan tingkat teknologi tinggi yang diharapkan mampu membawa Indonesia terbang tinggi seiring dengan rencana pembangunan ekonomi dalam tahapan lepas landas ala Rostow. Kisah lainnya yang sedkit berbeda adalah industri mobil nasional melalui Mobil Timor yang gagal total setelah digugat beberapa negara melalui WTO akibat fasilitas istimewa ayng diberikan kepada perusahaan anak mantan Presiden Soharto ini. Kedua pengalaman buruk ini menjadi justifikasi mengapa pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam mengembangkan industri nasional melalui pemberian fasilitas-fasilitas istimewa.

Kebijakan industri (industrial policy) dalam pengertian infant industry argument pastinya tidak lagi menjadi prioritas pemerintah semenjak reformasi ekonomi yang menuntut Indonesia menjadi semakin terbuka dalam persaingan global, sehingga tidak dimungkinkan lagi memberikan fasilitas istimewa bagi industri lokal untuk mengembangkan diri melalui fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintah. Kebijakan industri, biasanya juga akan berbenturan dengan isu pemilihan industri mana yang dapat dikembangkan (picking up the winners).

Tapi apa yang kini tersisa haruslah mampu kita pertahankan dan kembangkan, bukan dijual. Kira-kira itu yang muncul dalam pikiran sebagian besar warga yang mendengar isu rencana penjualan PT Krakatau Steel (KS) belakangan ini.

Dengan latar belakang mengejar target produksi baja nasional, pemerintah sempat membuka wacana untuk melego hingga 49 persen saham KS kepada pihak-pihak yang berminat terutama investor asing. Bak gula yang menarik para semut, KS pun segera dikerubiti oleh semut dari manca negara. Tak tanggung tanggung, semut raksasa Arcellor-Mittal yang merupakan gabungan dua perusahaan nomor satu (Arcellor) dan dua (Mittal) dunia ini pun melirik rencana pemerintah untuk menjual KS. Keseriusan Arcellor-Mittal ini diwujudkan dengan kedatangan sang taipan Laksmi Mittal ke Indonesia untuk bertemu langsung Presiden SBY untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut.

Isu penjualan ini pun menjadi ramai diperbincangkan, terutama pihak-pihak yang merasa khawatir rencana penjualan ini akan menjadi ancaman bagi kelangsungan Industri baja nasional. Apalagi melihat beberapa pengalaman negara lain yang terlanjur menjual perusahaan baja nasionalnya kepada Arcelor-Mittal, ternyata tidak sebaik yang diharapkan.

Penjualan KS sebagai bentuk privatisasi memang memiliki dua pilihan yaitu strategic sale dan IPO. Namun isu yang berkembang menunjukkan pemerintah lebih tertarik untuk menjualnya melalui skema strategic sale. Setidaknya seperti pernah diungkapkan Menteri Perindustrian Fahmi Idris yang mengatakan bahwa dalam kondisi bursa saat ini target penjualan melalui IPO sulit tercapai.

Industri baja memegang peranan yang strategis dalam pembangunan bangsa dan isu pertahanan keamanan negara. Dalam masalah pembangunan, industri baja merupakan industri dasar yang strategis yang memegang peran kunci sebagai industri bernilai tambah tinggi yang dapat menjadi pendorong perekonomian nasional. Dalam isu pertahanan keamanan industri baja menjadi penopang bagi industri ALUTSISTA (Alat Utama Sistem Persenjataan). Mungkin ini yang menyebabkan Menhan Juwono Sudarsono ikut-ikutan nimbrung untuk mempertahankan KS agar tidak dijual melalui skema strategic sale.

Akhirnya setelah beberapa lama isu ini berkembang, kabar terakhir menyatakan pemerintah hanya akan melakukan IPO sekitar bulan September nanti. Kita semua berharap bahwa langkah ini akan berdampak positif, tidak hanya mengurangi kekhawatiran kita sebagai warga negara yang nasionalis terhadap isu nasionalisme dalam masalah ekonomi, tetapi juga kita berharap bahwa melalui IPO ini KS akan mampu mendapatkan cukup uang untuk membiayai investasi barunya demi mengejar target produksi. Lebih dari itu harapan untuk memiliki industri strategis yang dapat berbicara di tingkat dunia juga bukan suatu yang berlebihan bukan?

0 Comments: