Juni 19, 2008

Knowledge Economy Berbasis Budaya dan Seni

Knowledge economy (KE) menurut salah satu definisi merupakan segala aktivitas ekonomi dimana penciptaan dan eksplorasi pengetahuan (knowledge) memainkan peran utama dalam menciptakan kemakmuran. (United Kingdom Department of Trade and Industry, 1998). Pembicaraan mengenai knowledge economy di beberapa literatur sering mengaitkannya dengan peran teknologi khususnya teknologi informasi yang kemudian mempercepat penyebaran informasi

Pesatnya perkembangan teknologi informasi yang menghilangkan batasan-batasan demografi semakin mempercepat proses penyebaran pengetahuan dan akhirnya juga kegiatan ekonomi. Hal ini seperti dijelaskan ramalan Toffler. Evolusi ini pun berubah dari (natural) resources menuju knowledge dimana penggunaan teknologi semakin intensif. Tentu saja ini berkaitan dengan dua latar belakang yang mengantarkan perkembangan gelombang ketiga ini yaitu globalisasi dan teknologi informasi. Jika di masa revolusi Industri kemakmuran diciptakan melalui penggunaan mesin untuk menggantikan tenaga kerja manusia, maka di era perkembangan teknologi informasi banyak orang menghubungkan knowledge economy dengan indusri berteknologi tinggi seperti telematika dan jasa-jasa keuangan.

Bukan Rahasia...

.....dan juga bukanlah hal yang baru bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan hal yang penting dalam kegiatan ekonomi. Setiap kegiatan ekonomi bagaimanapun juga selalu didasari oleh pengetahuan. Bagaimana untuk menanam benih misalnya atau bagaimana menjual suatu barang tentu memerlukan pengetahuan dan penggunaan pengetahuan tersebut telah semakin meningkat semenjak revolusi industri. Hanya saja yang membedakannya adalah porsi penggunaan pengetahuan dan informasi tersebut dalam kegiatan ekonomi saat ini menjadi semakin intensif sehingga membuat perubahan yang cukup besar dalam kegiatan ekonomi dan mengubah basis dari keunggulan kompetitif (Business Week.com). Perkembangan kegiatan ekonomi saat ini yang oleh Tofler telah diramalkan sebelumnya sebagai gelombang ketiga dengan peranan dari teknologi informasi yang semakin pesat, nampaknya akan terus berubah.

Karakteristik khusus dari KE seperti yang digunakan oleh Pemerintah New Zealand (http://www.med.govt.nz ) dalam pengembangan knowledge economiy-nya menyebutkan bahwa keberadaan dari KE dapat dicirikan melalui peningkatan peran dari pengetahuan sebagai faktor produksi dan dampaknya terhadap kemampuan, pembelajaran, organisasi dan inovasi. Perkembangan KE juga didukung oleh dua kekuatan utama yaitu: peningkatan intensitas pengetahuan dalam kegiatan ekonomi dan maraknya globalisasi dari kegiatan ekonomi. Peningkatan dalam intensitas pengetahuan ini didorong oleh kombinasi dua kekuatan yaitu revolusi TI dan peningkatan kecepatan dari perubahan teknologi. Sementara globalisasi didorong oleh deregulasi nasional dan internasional, dan juga revolusi komunikasi yang berbubungan dengan TI.

Dengan kata lain perubahan tersebut merupakan perubahan dari hardware ke software. Dimana Hardware merupakan produk sementara Software lebih kepada ide. Yang jelas produk masih akan tetap ada namun siapa yang akan mendapatkan keuntungan dari produk tersebut adalah persoalan siapa yang memiliki software (ide) tersebut. Setelah revolusi industri dimana produksi barang menjadi semakin efisien melalui penciptaan economies of scale , penciptaan ide yang kemudian direalisasikan dalam bentuk produk juga akan semakin menggandakan keuntungan yang didapat. Ide bersifat cepat menyebar seperti virus dan teknologi mampu meciptakan skala ekonomi. Gabungan keduanya akan menciptakan keuntungan yang berlipat ganda karena begitu ide tersebut masuk ke "pabrik" maka biaya produksinya akan semakin mendekati nol.

Kita bisa melihat banyak contoh perusahaan yang telah menikmati kekayaan dari penciptaan ide. Diakhir tahun 2007 lalu Microsoft yang hanya memiliki 31,000 karyawan, memiliki kapitalisasi pasar sebesar $ 600 (billion) triliun. Perusahaan lainnya Mc Donalds’s dengan karyawan 10 kali lebih banyak memiliki 1/10 dari kapitalisasi pasar. Lihat juga Yahoo! Inc yang sahamnya diperdagangkan pada nilai 40 kali nilai bukunya (Business Week.com). Modal utama perusahaan-perusahaan tersebut adalah ide.

Kembali ke awal

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang teknologi? Upaya untuk membangun daya saing saya tentunya tidak hanya didasari oleh keinginan untuk memenangkan pasar tetapi juga harus dengan melihat kemampuan yang dimiliki. Indonesia saat ini masih sangat jauh tertinggal dalam bidang teknologi. Indonesia bukan India yang memiliki tenaga-tenaga ahli di bidang TI yang kemudian dapat menjual layanannya lintas negara dengan memanfaatkan teknologi.

Yang tersisa dari Indonesia saat ini mungkin adalah budaya dalam pengertian culture dan heritage. Indonesia berlimpah berbagai ragam budaya yang membentang sepanjang Nusantara. Keanekaragaman budaya ini merupakan salah satu karakteristik unik yang mampu memberikan nilai tambah tinggi bagi produk yang akan menjadi implementasi budaya ini.

Bentuk nyatanya tentu saja seperti yang sedang saat ini populer diperbincangkan banyak orang yaitu industri kreatif (atau ekonomi kreatif). Pengembangan ekonomi kreatif memadukan unsur ide, seni dan teknologi. Indonesia memiliki daya dukung yang sangat melimpah. Manusia Indonesia (secara rata-rata) mungkin seperti saya, tidak terlalu pintar (kalau tidak mau dibilang bodoh). Namun memiliki kreativitas yang cukup seperti kita bisa lihat dari berbagai mcam peninggalan yang kita miliki.

Masalahnya kemudian adalah bagaimana untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif yang dimiliki Indonesia. Satu hal yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana mengakomodasi pengembangan bidang yang relatif baru ini di Indonesia sehingga mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi dan hal lainnya adalah bagaimana untuk menjaga dan mengembangkan sumber dari ekonomi kreatif ini yaitu penciptaan ide dari manusia-manusia kreatif Indonesia.

Seperti dikutip Kompas.com, Hubert gijzen, Direktur dan Perwakilan Oranisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (Unesco), menyampaikan bahwa pengembangan industri kreatif memiliki implikasi ekonomi yang jauh lebih luas, lebih dari sekedar menciptakan nilai tambah yang besar tetapi juga dapat mengangkat pembangunan manusia dan sosial. Dalam membangun industri kreatif yang di dalamnya termasuk industri budaya, kata Hubert, harus didorong terjadinya dialog interkultural. Saya pikir kesimpulan yang disampaikan oleh Sardono W. Kusumo masih dalam diskusi yang sama oleh Kompas, bisa juga menjadi perhatian bahwa penciptaan lingkungan yang mendukung adanya kebebasan untuk berkreasi adalah salah satu sarana untuk terus menjaga agar benih-benih manusia kreatif Indonesia dapat terus tumbuh dan pada akhirnya menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki posisi seperti yang diimpikan Inodnesia Forum dalam visi 2020. Dalam hal ini perlu ada kebebasan individu dan negara harus menciptakan iklim untuk tumbuhnya kebebasan berkreasi itu.

0 Comments: