Desember 13, 2008

BUMN dan Perubahan Budaya Perusahaan

Konon, perusahaan yang unggul diawali dari adanya budaya perusahaan kuat dan mengakar di setiap karyawannya yang kemudian mengimplementasikannya dalam pekerjaan mereka setiap hari. Hal inilah yang kemudian menginspirasi banyak perusahaan di dunia untuk mengkonstruksikan budaya perusahaannya ke dalam sebuah frase yang mencerminkan apa yang menjadi nilai-nilai dalam perusahaan tersebut. Sebutlah salah satunya Toyota dengan Toyota Way-nya yang mulai dikonstruksikan ke dalam sebuah panduan "The Toyota Way" padatahun 2001 sebagai cara untuk mengartikulasikan misi korporasi kepada karyawan. Perusahaan lainnya, HP misalnya juga memiliki HP way dimana elemen kunci dari HP way ini, antara lain adalah nilai-nilai : passion for customers, meaningful innovation serta speed and agility. Nilai-nilai tersebut telah mengantarkan HP menjadi sebuah perusahan digital yang terus mampyu melakukan inovasi. Kemudian di dalam negeripun beberapa perusahaan berusaha untuk membangun budaya perusahaan guna mencapai tujuan menjadi perusahaan yang unggul. Tidak kalah ketinggalan adalah perusahaan BUMN yang oleh banyak pihak dinilai underperformed karena lebih banyak yang merugi.

Perubahan dalam budaya perusahaan menuntut adanya penanaman nilai-nilai baru untuk menggantikan nilai-nilai lama yang kini dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan pasar. Jika Toyota dalam "The Toyota Way" berusaha menanamkan nilai-nilai perusahaan yang berlandaskan kepada dua pilar: perbaikan terus menerus dan menghormati orang lain, maka HP berusaha menanamkan budaya perusahaan berdasarkan elemen kunci yang antara lain adalah : passion for customers, meaningful innovation serta speed and agility. Melalui tiga spirit itu, kemudian HP berusaha untuk selalu berinovasi dalam teknologi yang diminati konsumennya. Hasilnya Toyota adalah salah satu perusahaan otomotif terkemuka di dunia sementara HP setelah bergabung dengan Compaq mulai menjadi perusahaan terdepan dalam berinovasi.

Beberapa penelitian juga banyak yang mengungkapkan adanya korelasi positif antara budaya perusahaan dan inovasi. Budaya perusahaan akan sangat mempengaruhi bagaimana fungsi-fungsi dalam organisasi perusahaan tersebut bekerja. Sehingga nilai-nilai dalam budaya perusahaan yang mampu menangkap perubahan yang terjadidi pasar akan mampu menciptakan inovasi-inovasi yang dihasilkan oleh karyawan yang mengimplementasikan nilai-nilai tersebut.

Mengubah budaya korporat pada dasarnya mengubah kebiasaan-kebiasaan (yaitu bagaimana pekerjaan diselesaikan) dalam suatu institusi dan jika berhasil menghasilkan komitmen-komitmen baru, empowerment sumber daya manusia, dan ikatan yang lebih kuat antara institusi dengan pelanggannya (Porter dan parket 1992). Setelah nilai-nilai baru terbentuk dan budaya korporasi disepakati menjadi bagian dari strategi korporat, institusi perlu terus memperkuatnya agar ia menjadi tradisi baru yang benar-benar mampu memberikan jawaban terhadap perubahan.

Tapi sayangnya banyak juga yang terjebak dengan cara-cara formal dalam membentuk budaya perusahaan. Internalisasi nilai-nilai dalam budaya perusahaan seringkali terjebak dalam upaya kampanye sesaat ataupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang kemudian tidak membekas dalam benak karyawannya. Salah satunya yang sedang saya alami saat ini, sebagai karyawan baru di sebuah BUMN yang bergerak di industri baja saya sering mendengar upaya perusahaan dalam mengkampanyekan budaya perusahaan yang didengungkan dalam sebuah akronim CIRI yang terdiri atas nilai utama: Competence, Integrity, Reliable, dan Innovative. Nilai-nilai budaya inilah yang diharapkan menjadi pedoman bertindak dan berperilaku seluruh jajaran manajemen dan karyawan, dalam rangka membangun kohesivitas di dalam perusahaan, termasuk kepada karyawan baru di lingkungan perusahaan.

Di PT Krakatau Steel (PTKS) sendiri budaya yang selama ini ada dianggap belum dapat memenuhi dinamika perubahan yang terjadi di dunia bisnis. Diatas kertas PTKS sudah mencantumkan dan mengkampanyekan nilai-nilai perusahaan, namun kenyataannya hal tersebut mungkin tidak pernah dilaksanakan oleh karyawan. Tanyakanlah beberapa orang mengenai apa yang ada dipikiran mereka ketika mendengar kata BUMN. Jawabannya akan berkisar diantara : birokratis, kaku, korupsi, nepotisme, inefisiensi, dan hal-hal lain yang kira-kira mirip dengan citra sebuah institusi pemerintah yang hanya membebani negara. Hal tersebut saya pikir sebagian benar adanya.

Bahkan dalam sebuah gurauan ketika saya melakukan kebiasaan meminta file presentasi dari seorang chief economist sebuah bank yang melakukan presentasi di depan Direksi, atasan saya menyindir "Lo bener-bener KS banget deh..." yang mengacu pada kebiasaan karyawan di sini yang sering kali hanya mementingkan kehadiran dalam daftar presensi dan meminta copy file dari sebuah acara seminar dibandingkan dengan mendengarkan secara aktif pada saat acara itu berlangsung.

Hal-hal itulah yang secara nyata masih ada di beberapa BUMN yang juga menjadi industri strategis bagi negara namun seringkali hanya membebani negara. Dalam proses perubahan budaya perusahaan hal yang sering kali ditemui adalah upaya yang dilakukan bukan membawa perubahan perilaku dalam organisasi tetapi justru memukul perusahaan tersebut ke belakang atau malah tidak menghasilkan apa-apa. Hal ini mungkin karena upaya yang dilakukan masih terjebak dalam sebuah formalitas. Dalam proses perubahan budaya perusahaan di PTKS hal itulah yang saya takutkan akan terjadi dan menjadi sebuah pengulangan dari kesalahan-kesalahan banyak perusahaan lainnya. Semoga tidak.

2 Comments:

Anonim said...

artikelnya bagus...
ditunngu artikel yang lainya mengenai corporate culture

Krakatau Steel Peduli Masyarakat said...

Saat ini PT Krakatau Steel semakin berkembang, setiap pagi karyawan ditanamlan yelyel budaya perusahaan.